Lihat ke Halaman Asli

Ku Temukan-Mu di Ujung Jurang Masalahku

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara kicau burung di pagi hari, terdengar menembus laingt-langit kamarku. Aku masih terbaring malas untuk bangun. Tapi jika aku masih malas bangun dan masih tertidur, nampaknya matahari akan marah padaku. Yaach hari ini aku bangun kesiangan…Akupun bangun karena tak kuasa menahan sinar matahari yang terus terbayang-bayang di wajahku. Cendela kamarkupun ku buka dan nampak begitu indahnya pagi hari ini dengan sinar matahari yang begitu menghangatkanku dan suara kicauan burung yang begitu menenangkan hati.
Akupun bersiap-siap untuk mandi dan setelah itu melaksanakan aktivitaku seperti biasanya. Namun ketika aku akan berangkat tanpa sengaja aku melihat kalender dan ternyata hari ini adalah tepat dimana dua tahun kejadian itu.
Namaku Ghozal Zuhud Dania tapi aku biasa dipanggil Dani. Aku adalah salah satu mahasiswa S2 di Perguruan Tinggi Negeri Agama Islam di Surabaya. Ini adalah kisahku dua tahun yang lalu. Kisah ini benar-benar masih membekas dalam ingatanku karena merupakan pengalaman spiritual yang benar-benar tak bisa ku lupakan.
Kisah ini terjadi dua tahun yang lalu dimana waktu itu aku masih menjadi mahasiswa S1 di Perguruan Tinggi Negeri Agama Islam di Malang. Waktu itu aku masih ingat benar ketika masih menjadi mahasiswa S1 aku begitu bersemangat dengan dunia bisnis. Berbagai macam bisnis aku jalani. Bisnis bagiku sudah menjadi bagian dari tubuhku. Yaach…walaupun dibilang aku masih muda dan belum punya pengalaman namun aku tetap ingin belajar untuk berbisnis. Mungkin karena kurang pengalaman tersebutlah aku menjadi bermasalah. Aku berhutang kesana kemari karena bisnis-bisnisku hancur. Semua hancur tanpa sisa sedikitpun, yang ada hanyalah hutang yang begitu menumpuk. Ratusan juta hutangku begitu terasa menyekik. Aku masih begitu muda, jauh dari orang tua, orang tua hanya tinggal ibu dan akupun harus menghidupi adik-adikku. Ayahku sebagai kepala keluarga telah meninggalkan kami sehingga akulah yang mau tidak mau mencoba menghidupi mereka semua. Namun tanpa ku mau aku malah membuat masalah yang begitu besar dengan hutang-hutangku yang begitu besar dan banyak.
Akhirnya dari hutang yang ratusan juta tersebut aku sampai pada batas akhir. Aku dihadapkan oleh dua pilihan. Kedua pilihan tersebut haruslah aku pilih, namun jika dibolehkan untuk tidak memilih pasti aku tidak mau memilih karena pilihan pertama aku harus membayar hutang dalam waktu satu setengah bulan dan jika telat aku akan dipenjara. Aku tidak bisa berpikir bagaimana seandainya jika hal itu terjadi, mungkin perasaan malu akan aku rasakan. Jadi pilihan pertama tersebut sudah jelas tidak aku pilih karena hutang sebanyak itu haruslah terbayar dalam waktu sesingkat itu. Yaach secara logika memang tidak mungkin.
Lalu pilihan kedua jika aku tidak mau membayar hutang, rumahku dikampung akan disita. Pilihan kedua ini jelas tidak mungkin juga aku pilih karena tidak mungkin aku membiarkan ibu dan adik-adikku tersiksa karena tidak memiliki tempat berteduh.
Niatku yang dari awal ingin mebahagiakan ibu dan adik-adikku justru tambah membuat mereka semua sengsara. Setiap hari aku mendapatkan telefon kalau tidak dari ibu ya dari orang-orang yang ku hutangi. Teror demi terror ku dapatkan, setiap hari terus begitu sampai hal itu sudah ku anggap menjadi makanan sehari-hariku. Telinga terasa penging dan kepala terasa ingin pecah. Berbeda dengan ibu yang membuatku merasa menangis, aku terasa seperti anak yang tidak bisa membahagiakan orang tua yang tinggal satu-satunya. Yaaach begitu jelas suara ibu, menanyakan kabarku apakah baik-baik saja sambil menangis karena khawatir akan keadaanku yang setiap hari diteror dan diteror trus menerus. Akupun tak tau harus menjawab apa, aku hanya bisa bilang Alhamdulillah masih sehat dan terus meminta maaf beserta doa agar terus mendapatkan perlindungan Allah.
Tanpa terasa telah berjalan dua minggu, begitu cepatnya hari berlalu dan kematianku begitu terasa. Akupun bingung tidak tau lagi harus berbuat apa. Namun tanpa aku sadari tiba-tiba aku ingin membuka Al Quran. Ku buka Al Quran secara acak dan akhirnya aku berhenti pada sebuah ayat dimana aku masih ingat betul ayatnya yaitu surat As Shaf ayat 13

وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِي
“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”
Ku pahami ayat tersebut sampai aku berusaha mencari berbagai macam tafsirnya untuk membantuku agar lebih paham isi ayat tersebut. Dan ku temukan juga ternyata ayat tersebut sangatlah berhubungan erat dengan ayat 10, 11, dan 12. Saat itulah aku tau bahwa Allah pasti akan memebrikan pertolongan atau kemenangan kepada hambanya yang mau berusaha dan terus mengingat – Nya.
Sejak saat itulah aku mulai berubah. Aku pun berpacu dengan hari yang terus menerus berganti. Kegiatanku mulai ku rubah. Setiap hari aktifitasku hanya berupa tiga macam kegiatan yaitu ibadah, aktifitas fisik dan berfikir. Ibadah yang biasa ku lakukan tidak maksimal, sholat bolong-bolong tidak pernah dzikir sekarang mulai ku rubah. Aku datang kemasjid kampus setiap hari karena kosku begitu dekat dengan kampus. Setiap hari aku datang lebih awal, yaach lebih awal sekali dari ta’mir masjid. Hal itu aku lakukan karena aku ingin lebih lama lagi untuk terus berdzikir. Aku biasakan shalat lima waktu berjamah dan aku tambah dengan tahajud dan dhuha. Dzikirpun tidak lupa aku lakukan setiap hari memohon ampun pada Allah dan berdoa untuk memudahkan masalahku ini. Sampai-sampai akupun bercanda dengan Allah dengan berdoa…..” Ya Allah, jika memang hari ini telah waktunya kiamat aku rela Ya Allah. Cepatkanlah kiamat Mu Ya Allah” doa itu terus ku lakukan, yaach walaupun tampak begitu konyol doaku tersebut namun aku begitu karena pikirku jika kiamat maka hutang-hutangku akan lunas.
Sementara untuk aktifitas berfikir dan fisik, aku optimal juga. Aku terus berfikir bagaimana caranya agar hutang-hutangku bisa lunas dan akupun bekerja setiap hari. Menabung sedikit demi sedikit untuk membayar hutang tersebut walaupun jika berlogika tidak akan terbayar dengan waktu yang hanya sebentar tersebut. Akhirnya akupun berpikir ulang, ku ganti aktifitas kerjaku yang kuanggap tidak mampu membayar hutangku, ku ganti dengan ku abdikan diriku pada sebuah panti. Disitu aku mengajar dan ikut membantu kegiatan paanti. Aku begitu karena aku berfikir percuma aku bekerja mati-matian toh pada akhirnya tidak akan bisa melunasi. Akhirnya akupun memilih dengan “menjadi tentara Allah” ku abdikan jiwa dan ragaku untuk Allah. Dalam pikiranku juga terlintas jika aku menjadi tentara Allah pasti bayarannya lebih besar. Karena aku pernah mendengar jika satu kali melakukan kebaikan maka akan mendapat 100 pahala. Dari pahala-pahala itulah aku kumpulkan kemudian untuk aku tukarkan sebagian untuk hutang-hutangku. Yaach mungkin itu adalah salah satu juga dari ide gilaku. Karena benar-benar hidupkan dalam tekanan setiap hari sehingga aku tidak bisa berfikir secara rasional.
Pada suatu hari begitu miskinya aku sampai pada waktu itu uangku hanya tinggal sepuluh ribu. Aku pun terus berfikir sebaiknya untuk apa uang yang tinggal sepuluh ribu ini. Hingga pada akhirnya aku teringat kisah Rasulullah bahwa berwisata kemasjid dapat memberikan suatu pencerahan Akhirnya akulakukan hal tersebut. Pertama yang aku kunjungi adalah masjid di Kampusku yaitu masjid Tarbiyah. Aku berdiam diri disitu sambil merenung dan berdzikir, setelah itu akupun pindah ke masjid Jami’ Malang. Aku gunakan uangku yang lima ribu untuk naik angkot. Disitupun aku habiskan waktuku sampai menjelang magrib dengan berdiam diri di masjid. Saat mau pulang perutku pun terasa begitu lapar karena dari pagi aku belum makan. Aku berfikir apakah aku gunakan saja uang yang tinggal lima ribu ini untuk makan. Namun tanpa disadari aku melihat kotak amal. Akupun lebih memilih untuk mengikhlaskannya dengan memasukkannya ke dalam kotak amal tersebut.
Tanpa disadari aku pun tidak sadar karena waktu tak terasa kurang sepuluh hari lagi menuju penentuan. Mungkin dari ketiga aktifitas yang ku lakukan setiap hari tersebut Allah mulai memberikan jawabannya. Tanpa disadari ketika itu aku pulang untuk menjenguk ibu ku tercinta aku bertemu dengan orang laki-laki seumuran dengan ayahku. Laki-laki tersebut adalah teman dekat ayahku dan ternyata diapun tau kalau aku dan keluargaku sedang ditimpa masalah yang begitu besarnya. Tanpa kusadari dia pun memberikan bantuan kepadaku dan Alhamdulillah sebagian hutangku telah terlunasi berkat Allah melalui perantara teman ayahku tersebut. Saat itu juga aku bertemu dengan rekan bisnisku dulu. Begitu baiknya dia kepadaku sampai-sampai pada waktu terkena masalah tersebut tidak terlintas sedikitpun tentang dia. Dia mengajakku untuk membantu bisnisnya. Dari hasil bisnis itulah juga aku dapat benar-benar melunasi hutangku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline