Kali Kedua Memaknai Ramadan dalam Belenggu Pandemi

Ramadhan menjadi bulan suci yang paling dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia, tak terkecuali masyarat Indonesia. Suasana Ramadhan menjadi salah satu suasana paling dirindu dalam sepanjang bulan. Mulai dari riuhnya perkampungan ketika waktu sahur tiba, lantunan kalimat-kalimat agung yang terus menggema, merebaknya pasar kaget yang menyediakan berbagai macam takjil, suasana berbuka yang sering dirayakan dalam keramaian, hingga suasana tarawih bersama dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Tetapi, Ramadhan tahun ini telah kembali menggoreskan makna yang berbeda akibat pandemi yang masih merundung.

Banyak suasana yang menghilang, momen yang masih belum bisa kembali didapatkan setelah menahannya di Ramadhan tahun lalu. Mungkin, ini masih menjadi suatu berkah untuk kita memaknai Ramadhan dalam sebuah kesederhanaan. Momen yang biasanya kita habiskan untuk menebarkan suasana Ramadhan diantara teman-teman sekantor, sekelas, seangkatan, dan lain sebagainya, kini kembali lebih menepi pada sosok ayah, ibu, adik, kakak, ataupun keluarga terdekat lainnya.

Berbagai kelonggaran yang telah tercipta di lingkungan masyarakat, tak bisa serta-merta mengembalikan suasana Ramadhan sebelum pandemi terjadi. Namun, ini bukanlah berarti mampu mengurangi sedikitpun makna Ramadhan dalam setiap diri umat muslim. Suasana yang berbeda ini, setidaknya telah mampu membangkitkan nilai kebaikan yang lebih dan lebih dalam makna Ramadhan.

Bagaimanapun suasananya, Ramadhan tetaplah bulan suci yang paling diagungkan oleh umat muslim. Segera berlalunya bulan ini menjadi hal yang sangat disayangkan dan tentunya akan selalu menjadi bulan yang dirindukan. Selamat merayakan hari kemenangan yang akan segera tiba bagi seluruh umat muslim di dunia. Semoga kemenangan dalam melalui kondisi pandemi pun juga akan segera tiba.