Lihat ke Halaman Asli

Lampu Merah dan Seni Menghadapi Masalah

Diperbarui: 22 April 2017   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Di sekitar kita, ada hal-hal kecil yang kerap membuat kita kesal. Salah satunya adalah lampu merah. Periode nyala lampu merah yang cenderung lebih lama dari lampu hijau, sering membuat kita kesal, bete atau perasaan sejenisnya. Saya juga pernah, bahkan sering. Namun ada yang unik di pagi ini ketika saya berhenti di salah satu perempatan berlampu lalu lintas di dekat rumah saya. 

Pada waktu itu, saya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, untuk mengambil nomor antrean kontrol kandungan istri. Sampai di perempatan dekat sampokong, klenteng yang cukup populer di semarang, saya berhenti atau lebih tepatnya terhentikan oleh lampu merah. Kebetulan, segaris dengan posisi saya, ada empat pengendara motor yang sama-sama menunggu lampu hijau. Dua di sebelah kanan dan dua di sebelah kiri. Dengan niatan iseng dan membunuh waktu, saya amati perilaku mereka ketika menunggu nyala lampu hijau. 

Dari keempat orang tersebut, semua terlihat melakukan hal yang berbeda. Orang pertama, yang posisinya ada di paling kiri, seorang bapak paruh baya, terlihat fokus menatap nyala lampu merah. Seolah ia bergumam dalam hati, "ayolah, lekaslah hijau!". Orang kedua, persis di samping kiri saya, seorang mas-mas yang kelihatannya terobsesi atau memang seorang pemain drum. Tangannya terlihat menari-menari mengetuk penutup tangki minyak motor "laki-laki"nya seperti memainkan drum. Sudah pasti imajinasinya tak lengkap tanpa piranti audii yang terhubung dengan lubang telinga. Ia tampak menikmati penantian transisi lampu merah ke lampu hijau. Atau malah, tidak masalah bila lampu merahnya bertahan lama hingga ia menghabiskan satu album lagu kreasinya? Entah. 

Lain cerita dengan lelaki yang persis di sebelah kanan saya. Tatapan matanya kosong mengarah ke depan jalanan. Oh iya, ini kan tanggal tua ya, bisa jadi dia terganggu dengan merahnya lampu. Perjalanan mencari nafkah terhambat. Gaji belum lagi didapat. Istri di rumah sudah mulai sambat. Ah, semoga saja tidak. Seperti bapak yang ada di pojok kanan yang ngobrol bersama istri yang duduk di belakang sambil mengapit salah satu anaknya sedangkan satu lagi duduk di depan jok. Keluarga bahagia. Sepertinya mau berwisata.

Begitulah. Lampu merah menjadi masalah atau malah sebuah keasyikan bergantung bagaimana pengendara menyikapi. Kelima orang dalam cerita atas adalah cermin beragamnya orang dalam menyikapi masalah. Ada yang benar-benar hanya fokus (bahkan cenderung sepaneng) pada satu masalah sebelum beranjak ke yang lain. Ada yang menikmati dengan santai dan mencoba menghibur diri sendiri. Ada juga yang merasakan tekanan hingga tatapannya kosong seolah ia pemilik beban terberat di antara manusia. Ada juga yang memilih berbagi masalah dengan keluarga hingga menjadi sebuah kegiatan keluarga yang mengasyikkan. Anda termasuk yang mana?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline