Lihat ke Halaman Asli

Bangkitkan Kembali Flora Kebanggaan Kabupaten Pati yang Mulai Sirna

Diperbarui: 22 Desember 2020   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis dengan temperatur cukup tinggi (26oC -- 28oC) dan curah hujan yang cukup banyak (700 -- 7000 mm/tahun). Tanah pada daerah yang beriklim tropis bersifat subur sehingga banyak jenis tanaman yang dapat tumbuh dibandingkan pada negara di daerah subtropis. 

Hal tersebut yang mengakibatkan Indonesia sangat terkenal dengan tingkat keanekaragaman hayatinya yang tinggi. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia dapat dilihat dari 2 juta spesies flora yang ada di dunia, sebanyak 60 persennya dijumpai di Indonesia. Hampir di setiap daerah pada bangsa kita ini memiliki flora khas endemik yang merupakan spesies lokal, bersifat unik, dan hanya ditemukan di daerah atau pulau tertentu. 

Pada setiap spesies endemik tersebut memiliki status beragam mulai dari yang masih sangat melimpah, jarang ditemui, terancam punah, hingga keberadaannya tidak dapat ditemukan kembali atau tercatat species tersebut telah punah.

Kabupaten Pati yang terletak pada provinsi Jawa Tengah ini merupakan komoditas utama tanaman kapuk randu (Ceiba pentandra Gaetern). Morfologi dari tanaman kapuk randu yaitu memiliki ketinggian yang mencapai 8-30 meter dengan batang pohon utama yang cukup besar dengan diameter 3 meter. Pada bagian batangnya terdapat duri-duri berukuran besar yang berbentuk kerucut. 

Tanaman kapuk randu ini juga mampu bertahan dalam kondisi yang minim air sehingga memungkinkan untuk tumbuh di kawasan pinggir pantai dan lahan dengan ketinggian 100-800 m diatas permukaan air laut. Umumnya, pohon kapuk randu ini seringkali dijumpai di pinggir jalan pedesaan. 

Selain Kabupaten Pati, Kota Kudus dan Jepara juga termasuk komoditas tanaman kapuk randu terbesar di Indonesia yang umumnya memasok permintaan dari berbagai industri yang memerlukan kapuk sebagai bahan bakunya. 

Sebelum memasuki era modern, waktu berbunga dari tanaman kapuk randu ini dijadikan patokan oleh masyarakat sekitar untuk menjadi pertanda cuaca yang akan terjadi. Apabila tanaman kapuk randu berbunga maka masyarakat meyakini bahwa telah memasuki musim penghujan. 

Demikian juga apabila memasuki musim kemarau ditandai dengan pecahnya kulit buah kapuk randu sehingga kapuk halus dan lembut akan berterbangan ke udara. Akan tetapi, patokan untuk meramal pergantian musim tersebut kini sudah tidak dapat diandalkan karena adanya globalisasi yang telah merubah alam kita ini.

Dalam Internation Union of Conservation of Nature (IUCN) Red List (2017), telah tercatat tanaman kapuk randu termasuk dalam kategori status least concern (LC) atau berisiko rendah yang maksudnya tanaman species ini telah dievaluasi dan tidak dimasukkan dalam kategori manapun. 

Meskipun begitu, kelestariannya harus tetap dijaga dan diperhatikan karena jumlah tanaman kapuk randu ini semakin menurun dan kian memprihatinkan seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dikarenakan tanaman kapuk randu sebanyak 70.000 pohon yang tersebar di sejumlah daerah Kabupaten Pati telah ditebang sekitar 30%. Penebangan tersebut didasarkan pada beberapa alasan. 

Pertama, lahan tersebut akan ditanami oleh pohon lainnya seperti sengon, mahoni, dan jati karena pohon kapuk randu yang cukup besar dapat mengganggu pertumbuhan bibit sengon, mahoni, dan jati yang akan ditanam sebab kekurangan cahaya matahari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline