Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Kota Santri Kediri dan Masa Depan Wisata Halal Lombok Barat

Diperbarui: 1 Februari 2025   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Kediri Lombok Barat (sumber: facebook.com/firdaus.duaank/)

Pandemi Covid-19 mengubah wajah industri pariwisata global. Wisata konvensional yang mengandalkan keramaian dan interaksi fisik terpaksa berhenti. Hotel-hotel sepi, destinasi favorit kehilangan pengunjung, dan ekonomi daerah yang bergantung pada wisata merosot tajam.

Lombok, yang selama ini dikenal dengan keindahan alamnya, merasakan dampak yang luar biasa. Kini, di tengah upaya pemulihan, konsep wisata halal muncul sebagai alternatif yang tidak hanya relevan, tetapi juga memiliki daya tarik tersendiri bagi pasar global (Henderson, 2016).

Lombok bukanlah pemain baru dalam wisata halal. Penghargaan sebagai World’s Best Halal Tourism Destination pada 2015 dan 2016 membuktikan bahwa pulau ini telah lama menjadi tujuan favorit wisatawan Muslim. Sayangnya, geliat wisata halal belum merata.

Satu daerah yang kini tengah disorot adalah Desa Kediri di Lombok Barat, yang dikenal sebagai Kota Santri. Identitas ini lahir dari keberadaan tujuh pondok pesantren besar, masjid-masjid bersejarah, serta dua perguruan tinggi Islam yang menjadikan Kediri pusat pendidikan agama di Lombok (Amin, 2020).

Sebagai Kota Santri, Kediri memiliki modal sosial dan budaya yang kuat untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata halal. Konsep ini bukan hanya tentang menyediakan makanan halal atau fasilitas ibadah, tetapi juga menawarkan pengalaman berbasis nilai-nilai Islam yang inklusif.

Di berbagai negara, wisata halal telah berkembang menjadi ekosistem yang luas, mencakup edukasi, budaya, hingga ekonomi kreatif. Konsep ini berpeluang diterapkan di Kediri, bukan hanya sebagai strategi pemulihan pasca-pandemi, tetapi juga sebagai arah baru pembangunan wisata Lombok Barat (Battour & Ismail, 2016).

Salah satu potensi utama yang bisa dikembangkan adalah program live-in di pesantren. Wisatawan dapat merasakan langsung kehidupan santri, belajar mengaji, memahami tradisi pesantren, dan mengikuti aktivitas keagamaan.

Tugu "Kediri Kota Santri" (sumber: Dokumentasi Pemkab Lombok Barat)

Program serupa telah sukses diterapkan di beberapa negara, seperti Jepang yang menawarkan pengalaman tinggal di kuil bagi wisatawan yang ingin memahami budaya Zen (Yusof & Shutto, 2014). Jika konsep ini diterapkan di Kediri, wisata halal tidak hanya menjadi pengalaman spiritual, tetapi juga sarana edukasi dan diplomasi budaya.

Selain pesantren, masjid-masjid di Kediri bisa menjadi daya tarik tersendiri. Wisata religi telah lama menjadi sektor penting dalam industri pariwisata global. Masjid-masjid bersejarah di Timur Tengah dan Turki menarik jutaan wisatawan setiap tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline