Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Menjaga Martabat Anak di Era Digital dengan Nilai Saling Ajinang

Diperbarui: 26 Januari 2025   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, saling ajinang (sumber: Gambar oleh Iqbal Nuril Anwar dari Pixabay)

Era digital membawa kita pada dinamika baru, termasuk dalam praktik berbagi informasi tentang anak di media sosial. Fenomena ini, yang sering disebut sharenting (sharing parenting), telah menjadi isu global yang menimbulkan tantangan tersendiri, terutama terkait privasi anak. Di tengah arus ini, nilai-nilai tradisional seperti saling ajinang dari masyarakat Lombok dapat menjadi landasan yang relevan menjaga keseimbangan antara modernitas dan adat istiadat.

Saling ajinang merupakan nilai luhur yang mengajarkan penghormatan terhadap martabat setiap individu, tanpa memandang usia, status sosial, etnis, atau agama. Nilai ini tertanam dalam kehidupan masyarakat Sasak, mencerminkan penghormatan yang dalam terhadap hak-hak pribadi dan kolektif. 

Dalam konteks sharenting, saling ajinang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga martabat anak sebagai individu yang juga memiliki hak atas privasi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa sharenting memberikan dampak jangka panjang terhadap anak, termasuk risiko eksploitasi digital, pencurian identitas, dan cyberbullying (Steinberg, 2017). 

Orang tua sering kali tidak menyadari bahwa informasi yang mereka bagikan akan terus ada di internet, membentuk jejak digital yang sulit dihapus. Perspektif saling ajinang mengingatkan bahwa meskipun anak adalah bagian dari keluarga, mereka tetap memiliki hak untuk dihormati privasinya.

Nilai ini juga selaras dengan ajaran adat Sasak lainnya, seperti teguq (tanggung jawab) dan ra’i (empati). Orang tua yang memahami tanggung jawab digital akan berpikir dua kali sebelum membagikan foto atau informasi tentang anak mereka di media sosial. 

Mereka akan mempertimbangkan perasaan anak di masa depan, sebagaimana dituntunkan dalam nilai ra’i. Empati ini menjadi wujud nyata penghormatan terhadap anak sebagai individu yang berhak memiliki ruang pribadi.

Budaya modern sering kali menuntut kita berbagi kehidupan sehari-hari di media sosial. Namun, budaya tradisional Lombok mengingatkan bahwa tidak semua hal layak dipublikasikan. 

Dalam tradisi Sasak, penghormatan terhadap individu ditunjukkan melalui upacara adat dan kebiasaan sehari-hari yang penuh kehati-hatian. Hal ini dapat diterjemahkan dalam era digital sebagai kontrol atas apa yang kita bagikan tentang anak-anak kita.

Banyak studi menyebutkan bahwa sharenting sering kali didorong oleh keinginan orang tua menunjukkan pencapaian keluarga atau berbagi kebahagiaan (Ouvrein & Verswijvel, 2019). 

Meski demikian, perspektif saling ajinang menekankan pentingnya menahan diri. Menghormati anak berarti memahami bahwa kebahagiaan mereka tidak harus selalu diwakili melalui unggahan di dunia maya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline