Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Mempercepat Denyut Transportasi Publik di NTB: Sebuah Harapan dari Pinggiran Desa

Diperbarui: 17 Januari 2025   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bemo kuning di Kota Mataram sebagai salah satu angkutan kota (sumber: Foto Dok. NTB Satu)

Transportasi publik merupakan nadi kehidupan masyarakat. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya Pulau Lombok, fungsi nadi itu semakin melemah. Gelombang modernisasi kendaraan pribadi membuat perannya tergeser, menciptakan ironi di tengah meningkatnya kebutuhan mobilitas masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi dan pariwisata kian mendorong mobilitas, tetapi transportasi publik belum mampu bersaing. Tantangan utamanya adalah bagaimana menjadikan transportasi publik sebagai pilihan utama, tidak hanya di kota, tetapi juga di desa-desa NTB, demi mendukung konektivitas yang efisien dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pulau Lombok, yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata unggulan Indonesia, menghadapi tantangan besar dalam menyediakan layanan transportasi yang nyaman dan inklusif. Rute-rute lokal yang dulunya menjadi tulang punggung mobilitas kini ditinggalkan.

Armada transportasi publik seperti colt-T, minibus, dan mobil carry keluaran lama mendominasi jalan-jalan utama, menjadi simbol stagnasi. Ironisnya, justru rute-rute antarpulau kini menawarkan kenyamanan lebih baik melalui moda transportasi modern seperti sleeper bus yang melayani jalur Mataram-Bima. Perbedaan kualitas ini mencerminkan ketimpangan yang nyata.

Tidak hanya itu, beberapa program transportasi publik berbasis “buy the service” (BTS) di sejumlah daerah mengalami penghentian layanan. Padahal, menurut artikel di BeritaBig.com, program angkutan perkotaan dengan skema BTS telah memberikan penghematan biaya transportasi lebih dari 50% bagi penggunanya, dengan tingkat kepuasan mencapai 78,14% (BeritaBig, 29/10/2023)

Hal ini menandakan minat masyarakat menggunakan kendaraan umum cukup tinggi, yang sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, artikel di Kompas.id (01/02/2024) menyebutkan bahwa diperlukan program seperti BTS untuk menekan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, kemacetan, polusi, dan masalah.

Meskipun tidak menyebutkan angka spesifik, pernyataan ini mengindikasikan tujuan BTS dalam mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa program tersebut memiliki dampak positif terhadap pengurangan kemacetan dan efisiensi penggunaan transportasi publik (Y. Al-Adha, 2023).

Ketika program-program tersebut dihentikan, mobilitas warga terganggu dan kemacetan meningkat. Kondisi serupa terlihat di NTB, di mana halte-halte yang dibangun beberapa tahun lalu justru menjadi saksi bisu stagnasi pengembangan transportasi publik, untuk tidak mengatakan suram seperti yang ditengarai Radar Lombok (23/01/2019).

Kenangan masa lalu tentang transportasi umum di Lombok penuh dengan ironi. Ongkos yang tidak konsisten, kendaraan yang melebihi kapasitas, dan waktu tunggu yang lama menjadi pengalaman yang terus berulang. Situasi ini menciptakan ketidaknyamanan bagi penumpang dan menunjukkan lemahnya pengelolaan transportasi umum saat itu.

Praktik licik seperti penggunaan “penumpang palsu” untuk menarik penumpang sungguhan juga marak. Kebiasaan ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi umum, tetapi juga mendorong banyak orang beralih ke kendaraan pribadi, mengabaikan potensi transportasi umum yang lebih efisien.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline