Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Merenungi Jejak Menulis: Empat Artikel, Empat Kisah Berkesan

Diperbarui: 24 Desember 2024   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi saya menulis adalah cara untuk terus berjalan dan mengingatkan diri sendiri. (Ilustrasi Gambar oleh StockSnap dari Pixabay)

Menulis adalah tentang merekam momen, perasaan, dan gagasan yang melekat di hati. Setahun ke belakang menjadi perjalanan panjang yang penuh warna. Di antara artikel yang saya tulis sejak September, empat di antaranya menyimpan kesan mendalam. Empat artikel itu bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang perjalanan emosi dan cerita yang begitu dekat.

Artikel pertama, “Ironi Menjadi Koordinator Pendamping Desa,” adalah refleksi dari pengalaman pribadi yang kompleks. Tulisan ini mengurai realitas profesi yang sering kali penuh tantangan, namun tetap menjadi arena perjuangan.

Respon yang datang beragam, mulai dari dukungan, kritik, hingga renungan mendalam. Artikel ini mengingatkan saya bahwa menulis adalah tentang membuka ruang dialog, menghadirkan perspektif yang sering kali terlupakan (Pirie, 2015).

Kemudian ada artikel “Kami Memanggilnya, Mas Jon.” Artikel ini membawa saya kembali ke masa-masa kuliah yang sulit, ketika hidup penuh keterbatasan. Mas Jon, sosok sederhana, hadir sebagai penolong di tengah kekalutan. Ia seperti diutus Tuhan sebagai jawaban dari doa-doa yang saya panjatkan.

Menulis kisah ini adalah cara saya mengabadikan kebaikan dan ketulusan yang melampaui kata-kata. Kisah seperti ini mengingatkan bahwa manusia sering kali menjadi jawaban bagi manusia lainnya.

Lalu ada artikel ketiga, “The End of Pendamping Desa: Putusnya Kontrak Tahunan Berlanjut ke PPPK.” Artikel ini mencatat momen penting yang menyentuh banyak orang. Dalam lingkup pekerjaan sebagai pendamping desa, isu perpanjangan kontrak dan harapan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah tema besar.

Artikel ini menjadi yang paling banyak dibaca, menyentuh hati banyak pendamping desa. Hampir setiap grup yang saya ikuti dipenuhi komentar “Aamiin” sebagai bentuk doa dan harapan. Di balik statistik pembaca, artikel ini adalah suara kolektif yang menggaungkan mimpi bersama.

Artikel keempat, “Ahmad Fauzan Nasution: Dari Kampus PTIQ Jakarta ke Kursi Wakil Bupati,” menghadirkan haru yang sulit dijelaskan. Ahmad Fauzan, teman seperjuangan, kini menduduki posisi yang tak pernah terbayang sebelumnya. Kami dulu mahasiswa yang selalu resah "bernegara", dengan mimpi yang terasa sangat-sangat jauh dari panggung politik.

Resah bukan karena tak punya jawaban, tetapi resah tersebab melihat celah antara realitas dan mimpi-mimpi besar tentang negara yang adil, berdaulat, dan bermartabat. Resah, karena sadar bahwa setiap langkah menuju perubahan sering kali tersandung oleh sistem yang sudah mapan, dan melawan arus besar kekuasaan membutuhkan keberanian luar biasa.

Menulis artikel ini membawa campuran emosi, antara bangga dan harapan besar. Melalui pesan pribadi, saya mengingatkan Fauzan tentang nilai-nilai yang kami perjuangkan dulu, nilai-nilai yang tak boleh mati. Tulisan ini menjadi saksi bahwa perjalanan hidup bisa membawa kita ke tempat yang tak pernah kita sangka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline