Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

Penikmat Kopi

Menyelaraskan Budaya Beriuk Tinjal dengan Program PKTD

Diperbarui: 9 Desember 2024   20:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padat Karya Tunai Desa (sumber: kompas.id/baca/opini/2020/08/10/padat-karya-bermesin-bumdes)

Budaya beriuk tinjal, yang berarti bekerja secara gotong royong dengan prinsip berat sama dipikul ringan sama dijinjing, merupakan tindih (inti) dari kehidupan sosial masyarakat Sasak di Lombok. Tradisi ini tidak hanya menjadi warisan leluhur yang penuh makna, tetapi juga mencerminkan semangat kolektivitas dan solidaritas yang kuat.

Dalam konteks pembangunan desa, budaya ini berpeluang besar mendukung Program Padat Karya Tunai Desa (PKTD), yang bertujuan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat desa dengan melibatkan tenaga kerja lokal dan memberikan upah secara tunai.

Integrasi antara budaya beriuk tinjal dan PKTD memerlukan pendekatan yang hati-hati agar keduanya dapat berjalan selaras tanpa mengurangi nilai-nilai dasar atau entitas dari keduanya.

PKTD, sebagai bagian dari strategi pembangunan desa, mengutamakan partisipasi masyarakat setempat dalam kegiatan seperti pembangunan infrastruktur, perbaikan jalan, atau pembersihan dan penataan lingkungan.

Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui dua cara, yaitu menyediakan pekerjaan bagi warga desa yang membutuhkan, sekaligus menciptakan desa yang lebih bersih dan sehat.

Di sisi lain, beriuk tinjal sebagai tradisi gotong royong menjadi modal sosial yang sangat berharga dalam pelaksanaan program ini. Nilai kebersamaan dan semangat saling membantu dalam budaya beriuk tinjal dapat memperkuat pelibatan masyarakat secara aktif dalam setiap tahap program.

Namun demikian, upaya menyelaraskan budaya beriuk tinjal dengan PKTD memiliki tantangan. Salah satu masalah utamanya adalah perubahan orientasi masyarakat terhadap kerja gotong royong akibat modernisasi dan individualisme yang semakin kuat.

Dalam konteks beriuk tinjal, kegiatan dilakukan secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan langsung. Sebaliknya, PKTD menawarkan upah tunai yang dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap kerja kolektif.

Ada kekhawatiran bahwa semangat gotong royong akan tereduksi menjadi sekadar hubungan kerja transaksional, yang berpotensi melemahkan nilai-nilai luhur budaya beriuk tinjal.

Selain itu, keberhasilan PKTD sangat bergantung pada mekanisme pelaksanaan yang tepat. Salah satu risiko yang sering muncul adalah ketimpangan dalam distribusi pekerjaan atau kurangnya partisipasi kelompok tertentu, seperti perempuan dan kelompok rentan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline