Penelitian merupakan perjalanan panjang yang membutuhkan pemikiran tajam, sekaligus keberanian menghadapi tantangan intelektual dan birokrasi.
Sebagai pendamping desa yang pernah menjalani dinamika riset sejak masa kuliah, saya melihat dunia penelitian berpotensi besar memberikan solusi atas persoalan masyarakat.
Pengalaman pribadi dan pengamatan terhadap sistem yang ada menunjukkan bahwa jalan ini tidak semudah yang dibayangkan.
Skripsi saya, yang mengusung tema Eksistensi Teologi Pembebasan terhadap Prosentase Zakat Mâl Malkiyat I-Zor, adalah salah satu anjakan titik awal yang mengajarkan kerasnya dunia penelitian.
Ide zakat 10% dari eksploitasi sumber daya alam yang ditarik secara paksa untuk distribusi yang adil dianggap sebagai "ide gila".
Tantangan datang tidak hanya dari kolega, tetapi juga dari pembimbing pertama yang menuduh karya itu plagiarisme.
Tuduhan ini tentu melukai, tetapi juga menguatkan saya untuk membuktikan orisinalitas dan kekuatan argumen yang saya bangun. Dalam proses ini, hanya pembimbing kedua yang menjadi oase dukungan.
Pengalaman ini membuka mata saya terhadap betapa tidak mudahnya meniti jalur akademik, apalagi ketika ide-ide yang diusung cenderung kontra-arus.
Setelah menyelesaikan skripsi, sempat muncul keinginan melanjutkan penelitian, tetapi realitas pragmatis, kurangnya dukungan, dan narasi senior tentang dunia riset yang “kering” membuat saya ragu.
Dalam pandangan mereka, riset tidak hanya minim penghargaan, tetapi juga tidak menjanjikan karier yang stabil, terutama di tengah budaya yang lebih menghargai praktik dibandingkan teori.