Tawa riuh dan candaan hangat menyambut kehadiran Pak Iqbal di sebuah bengkel kreatif milik ibu-ibu eks migran Lombok. Tempat itu bukan sembarang bengkel, melainkan ruang inovasi yang mengubah sampah baliho menjadi produk bernilai ekonomis. Mereka menyebut pertemuan ini sebagai momen yang tak biasa.
Salah seorang ibu berseloroh, "Dengan siq te gunting, jait, te peleng-peleng nu, nane dateng ye, nane jaq... (Orang yang selama ini kita gunting, jahit, dan potong-potong, sekarang datang ke sini! hayo..)" Canda itu segera disambut tawa oleh teman-temannya, mencairkan suasana.
Pak Iqbal tersenyum hangat, membaur dengan ibu-ibu yang sebagian besar masih mengenakan kain tradisional khas Lombok. Tidak ada sekat antara pemimpin dan rakyatnya; yang ada hanyalah interaksi tulus yang membangun. Pertemuan ini menjadi bukti nyata bagaimana kampanye politik tidak harus berakhir dengan tumpukan sampah visual. Alih-alih hanya mempromosikan pasangan Iqbal-Dinda, kampanye ini menyisipkan pesan berkelanjutan yang mengedepankan pemberdayaan ekonomi kreatif.
Sampah Baliho yang Bernyawa Baru
Tas-tas yang diproduksi di bengkel itu merupakan hasil kreativitas ibu-ibu eks pekerja migran. Bahan utamanya? Baliho bekas pasangan Iqbal-Dinda yang telah selesai masa tayangnya. Dalam diskusi santai, para ibu bercerita tentang awal mula ide ini. Mereka mengamati banyaknya baliho bekas yang hanya berakhir menjadi sampah atau dibakar. "Sayang sekali kalau hanya jadi sampah. Padahal bahan baliho itu kuat dan tahan air," ujar salah satu ibu sambil menunjukkan tas jinjing yang sudah jadi.
Proses produksi dimulai dengan memilah baliho yang masih layak pakai. Selanjutnya, baliho dipotong sesuai pola, dijahit dengan hati-hati, dan diberi sentuhan desain agar lebih menarik. Hasil akhirnya adalah tas multifungsi, dompet, hingga aksesori yang bisa dijual di pasar lokal maupun online.
Pak Iqbal tampak kagum dengan inisiatif ini. "Hari ini saya mendapat kejutan luar biasa. Saya bertemu dengan ibu-ibu mantan pekerja migran yang sedang mengembangkan ekonomi kreatif dari daur ulang baliho. Senang sekali rasanya melihat sampah politik bisa dikelola menjadi produk yang bermanfaat," ujarnya penuh semangat.
Tidak hanya berhenti pada baliho pasangan Iqbal-Dinda, inisiatif ini juga membuka peluang untuk mendaur ulang baliho dari berbagai sumber. Ide ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang layak dicontoh.
Membangun Ekonomi Kreatif Berkelanjutan
Pertemuan ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga diskusi panjang tentang pengembangan ekonomi kreatif di NTB. Dengan bantuan putri sulung Pak Iqbal, Rena, ibu-ibu pelaku usaha kreatif ini telah berhasil memperluas jaringan pemasaran melalui media sosial. Akun Instagram mereka, @bendrang__, menjadi platform untuk memamerkan karya-karya unik hasil daur ulang.
"Ke depan, usaha ini akan dikembangkan lebih luas lagi, sehingga tidak hanya baliho kami, tetapi semua baliho yang sudah tidak terpakai bisa dimanfaatkan," ujar Pak Iqbal. Ia berjanji untuk mendukung penuh inisiatif ini melalui pelatihan, pendampingan, dan akses pemasaran yang lebih luas.
Konsep ini bukan hanya soal mengolah sampah, tetapi juga memberdayakan kelompok masyarakat yang selama ini kurang terekspos. Ibu-ibu eks pekerja migran, yang sebelumnya berjuang di luar negeri, kini memiliki peluang untuk membangun kembali kehidupan mereka dengan cara yang kreatif dan berkelanjutan.