Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

Penikmat Kopi

Cahaya di Lingkar Kabut (8)

Diperbarui: 29 Oktober 2024   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cahaya di lingkar kabut (sumber: dokpri)

---- Sebelumnya Cahaya di Lingkar Kabut Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3 | Bagian 4| Bagian 5 | Bagian 6 | Bagian 7

Dalam perjalanan menuju lapas baru, Hendra terus memikirkan apa yang akan ia hadapi. Ia tahu waktu terus berdetak, dan musuh-musuhnya tak akan berhenti sampai dia benar-benar dihancurkan. Dalam benaknya, berbagai pertanyaan muncul: Siapa yang mengendalikan semua ini? Apa yang sebenarnya terjadi di desa itu? Dan apakah dia masih bisa bertahan melawan konspirasi sebesar ini?

Saat mobil penjara yang mengangkutnya melaju di jalan yang gelap, Hendra menatap jendela kecil di sisi mobil, mencoba merangkai rencana berikutnya. Dia tahu, langkah selanjutnya bisa menentukan hidupnya---dan kebenaran yang selama ini dikubur dalam-dalam oleh mereka yang berkuasa.

Namun, saat itu, ia sadar bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri yang harus ia ungkap. Dan perjalanan menuju kebenaran ini baru saja dimulai.

-----

Di Lapas baru, Hendra merasa seperti berada di ujung kewarasan. Sendiri, dikelilingi tembok-tembok kelabu, tanpa teman bicara, tanpa tempat untuk bersandar. Ia tidak lagi bertemu Burhan atau Zaki. 

Keterasingan itu makin lama makin menghimpit. Setiap hari berlalu dengan kesunyian yang menyakitkan, membuat pikirannya terus menerus berputar pada nasib dirinya dan desa dampingannya. Desa yang begitu ia cintai, desa yang kini terancam menjadi korban eksploitasi karena dirinya tak mampu melindunginya.

Ia berulang kali berdoa, membaca shalawat Nariyah, shalawat yang selalu diajarkan oleh almarhum papuq tuan-nya (kakeknya). Selawat itu menjadi satu-satunya sumber ketenangan di tengah badai yang mengguncang hidupnya. "Ya Allah, selamatkan aku dari kejahatan orang-orang zalim," ucapnya berulang-ulang dalam hati.

Pagi itu, selepas shalat subuh, Hendra mendengar suara seseorang yang begitu tenang melantunkan shalawat Nariyah dari kejauhan. Sayup-sayup, suara itu menggetarkan hati Hendra. Ia terkejut. Ada seseorang di lapas ini yang juga melantunkan selawat yang sama? Sejak kapan tahanan baru itu ada di sini? Mengapa suaranya terasa begitu akrab dan menenangkan?

Setelah olahraga pagi selesai, Hendra mencoba mendekati tahanan baru itu. Pria itu tampak lebih tua darinya, wajahnya tirus dan matanya tajam, namun menyimpan kesedihan yang dalam. Ada sesuatu pada dirinya yang menarik perhatian Hendra, sesuatu yang membuatnya merasa ada koneksi yang lebih dari sekadar sesama tahanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline