Tulisan ini merupakan versi lama dengan beberapa pembaruan. Disajikan sebagai bentuk otokritik semata.
----------
Pendataan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang digadang-gadang menjadi langkah besar dalam mempercepat pembangunan di tingkat desa, telah menemui banyak tantangan yang sulit diatasi. Salah satu masalah serius yang muncul dalam proses penginputan data adalah praktik tagging atau pengklasifikasian data yang dilakukan secara sembarangan.
Ironisnya, saat monitoring perencanaan desa ke beberapa desa, gaji perangkat desa, yang jelas-jelas masuk dalam kategori belanja rutin, malah dimasukkan ke dalam kategori "Desa Tanpa Kelaparan" – salah satu tujuan SDGs Desa yang seharusnya berfokus pada menghapus kemiskinan dan meningkatkan akses pangan.
Ini bukan hanya kesalahan teknis, tetapi cerminan dari kurangnya pemahaman yang mendalam mengenai pentingnya pengelolaan data berbasis SDGs Desa. Bagaimana bisa gaji perangkat desa, yang seharusnya ditempatkan dalam kategori pengeluaran administrasi, diposisikan dalam prioritas pembangunan seperti penghapusan kelaparan? Kejadian ini memperlihatkan bahwa kesadaran dan pemahaman terkait pengimplementasian SDGs di tingkat desa masih sangat rendah.
Mengapa Tagging Asal-Asalan Terjadi?
Salah satu penyebab utama adalah kurangnya pendampingan dan edukasi yang memadai terkait SDGs Desa, baik kepada pendamping desa maupun perangkat desa.
Meskipun SDGs Desa diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020, kenyataannya, masih banyak perangkat desa dan pendamping desa yang belum sepenuhnya memahami bagaimana menggunakan data yang telah mereka kumpulkan secara efektif. Padahal, data SDGs Desa diharapkan dapat menjadi landasan untuk menyusun perencanaan pembangunan desa yang lebih tepat sasaran.
Dalam praktiknya, penginputan data ke dalam dashboard SDGs Desa sering kali dilakukan dengan tergesa-gesa, dan minimnya panduan yang jelas memicu kesalahan dalam klasifikasi. Proses pendataan yang tadinya diharapkan berjalan lancar malah berubah menjadi ajang kebingungan di mana data yang seharusnya dikategorikan dalam pengeluaran rutin justru masuk dalam kategori-kategori yang tidak sesuai.
Pengklasifikasian yang sembarangan ini tidak hanya merusak validitas data yang dikumpulkan, tetapi juga berpotensi merugikan desa dalam jangka panjang. Karena setiap kategori data SDGs Desa berkaitan dengan tujuan-tujuan pembangunan yang berbeda, kesalahan seperti ini dapat mengganggu perencanaan pembangunan desa yang lebih luas.
Ketidakpedulian pada Tingkat TPP
Masalah lain yang tak kalah penting adalah ketidakpedulian teknis yang terjadi di tingkat Tenaga Pendamping Profesional (TPP). Secara struktural, pendamping desa di tingkat provinsi hingga desa memiliki peran penting dalam memastikan kelancaran dan ketepatan pengumpulan data SDGs Desa.