Lihat ke Halaman Asli

DPD Fasilitasi Pertemuan Tim Pemekaran Papua

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memfasilitasi pertemuan antara Tim Komite Reaktivisasi dan Realisasi Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Barat serta penggagas pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Papua Selatan di Ruangan GBHN Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/11).

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua John Ibo, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib, Kaukus Parlemen untuk Papua, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat Jimmy D Ijie, serta perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemko Polhukam), Kementerian Pertahanan (Kemhan), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), Badan Intelijen Negara (BIN), dan perwakilan penjabat Gubernur Papua juga menghadiri acara.

Ketua DPD Irman Gusman mengharapkan, apa pun usulan pembentukan daerah otonom baru di Papua, masyarakat di Papua sebaiknya merujuk grand design penataan wilayah Papua yang menjadi kesepakatan bersama seperti grand design versi Pemerintah. “Di sini kita menyamakan persepsi mengenai pemekaran daerah di Papua. Mudah-mudahan grand design tersebut membawa masyarakat Papua menuju kesejahteraan.”

Ia mengatakan, DPD terus berusaha untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan di Papua, serta mendorong akselerasi pemerintahan dan pembangunannya. Pemekaran daerah merupakan salah satu solusi untuk memajukan kawasan timur Indonesia timur, termasuk Papua, karena masing-masing provinsi hasil pemekaran memiliki program/kegiatan dan anggarannya sendiri.

Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, Pemerintah sangat berkepentingan untuk memastikan masyarakat Papua memiliki sikap yang sama terhadap usulan pemekaran daerah. Kebulatan aspirasi masyarakat Papua membantu sikap Pemerintah untuk melaksanakan program percepatan pembangunan. “Macam-macam aspirasi pemekaran daerah di Papua, tapi hari ini agak bulat. Bagi Pemerintah, ini penting. Kalau di bawah berbeda, sikap Pemerintah serba salah.” Ia menghargai ikhtiar DPD untuk memfasilitasi pertemuan.

Kepada Tim Komite Reaktivisasi dan Realisasi Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi Papua Barat, serta penggagas pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Papua Selatan, Gamawan menegaskan bahwa Pemerintah pasti memproses setiap usulan pembentukan daerah otonom baru di Papua asalkan memenuhi syarat dan mekanisme dalam peraturan perundang-undangan. “Pemerintah pasti memprosesnya, setelah menempuh syarat dan mekanismenya.”

Pengaturan dalam syarat dan mekanisme tertentu itu supaya menghindari gonjang-ganjing dan tidak ada anggota masyarakat Papua yang memprotes bahwa asprirasinya tidak diperhatikan. “Pemekaran daerah merupakan hipotesa yang masih butuh pengkajian. Ketika pemekarandaerah berhasil maka menjadi sumber kesenangan untuk semua, tapi kalau tidak berhasil maka harus menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu, diperlukan kajian yang mendalam agar jangan ada penyesalan di kemudian hari,” ia menegaskan.

Gamawan menambahkan, Pemerintah tengah mengkaji mendalam berbagai aspek penataan wilayah Papua. Bahkan, Pemerintah membuat grand design wilayah Papua. “Kami telah siapkan grand design pemekaran daerah di Papua hingga menjadi lima provinsi. Namun itu masih memerlukan kajian mendalam berbagai aspeknya.”

Terhadap usulan pembentukan Provinsi Papua Tengah setelah Papua dan Papua Barat, Ketua DPR Papua John Ibo menegaskan, idealnya usulan pembentukan daerah otonom baru selevel provinsi di Papua merujuk tujuh wilayah adat yang kelak merupakan cikal bakal tujuh provinsi, yakni Provinsi Papua, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Utara, Provinsi Papua Timur, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya.

Pemekaran daerah tersebut bertahap dan memprioritaskan usulan pembentukan tiga provinsi tahun 2013, yakni Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya. Pemekaran daerah di Papua menjadi tujuh provinsi itu berdasarkan hasil kajian Pemerintah Hindia Belanda. Di tujuh wilayah terdapat subkultur yang besar di Papua. Ibo meyakini, jika pemekaran daerah di Papua mengikuti subkultur yang besar itu maka usulan pembentukan daerah otonom baru terhindar konflik.

Ia mengajukan pertanyaan “otonomi khusus buat siapa?”. Menurutnya, selama ini aspirasi ke DPR Papua sekitar 90 persen mengeluhkan perkembangan masyarakat Papua. “Salah satu hambatan, baik dalam pembangunan masyarakat maupun pembangunan infrastruktur di Papua, adalah faktor geografis dan keterisolasian wilayah. Oleh karenanya, muncul desakan untuk memekarkan wilayah Papua” ia menuturkan.

Ketua MRP Timotius Murib menyesalkan selama ini banyak tokoh Papua yang ‘lompat pagar’ dari daerah ke pusat, yang mengakibatkan pelemahan MRP atau menyebabkan MPR tidak berdaya.

Senada Timotius, Ketua DPRD Papua Barat, Jimmy D Ijie menyayangkan sikap pemerintah pusat, baik legislatif maupun eksekutifnya, yang lambat mengajukan usulan rancangan undang-undang (RUU) pemekaran daerah Provinsi Papua atau tidak cepat menata wilayah Papua dalam grand design. “Luas wilayah dan banyak suku di Papua, selayaknya dilakukan pemekaran daerah guna mencapai kesejahteraan masyarakat Papua.”

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah inisiator pemekaran daerah di Papua mengungkapkan bahwa pemekaran daerah Papua menjadi niscaya. Di antaranya, Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya Yosafat Kambu, yang menegaskan pemekaran daerah merupakan salah satu solusi masalah dan menyesalkan kebijakan moratorium. “Masyarakat Papua berharap Pemerintah bertindak bijaksana, dan membuka peluang untuk Papua.”

Irman menilai, pembangunan kawasan timur Indonesia masih luput perhatian Pemerintah. Padahal, besarnya sumber daya alam di kawasan timur Indonesia mampu mendorong kemajuan Indonesia asalkan Pemerintah serius memberikan perhatian. “Indonesia dapat menjadi negara yang maju dengan memulai pembangunan dari kawasan timur Indonesia timur,” ia menegaskannya.

Dalam pertemuan terungkap bahwa pengesahan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong, Tim 100 menuntut dialog. Pemerintah menanggapinya dan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.

Karena pertimbang situasi dan kondisi keamanan di Papua, undang-undang itu tidak terlaksana. Kemudian, Pemerintah menghidupkan kembali isu pemekaran daerah melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2003 yang antara lain mengamanatkan percepatan pemekaran Papua melalui pembentukan tiga provinsi, yaitu Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, dan Irian Jaya Timur. Inpres ini melahirkan pro-kontra di masyarakat Papua.

Gema pemekaran daerah semakin bergaung. Banyak di antara mereka yang meminta pemekaran daerahnya menjadi provinsi (merujuk Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khusunya Pasal 76) dan kabupaten/kota. Misalnya usulan pembentukan Provinsi Papua Tengah, Provinsi Pengunungan Tengah, Provinsi Papua Barat Daya, dan banyak usulan pembentukan daerah otonom baru lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline