Oleh Imron Supriyadi
Suatu ketika, Anca adik tingkat saya di kampus mengadu pada saya. Dia mencurahkan hatinya tentang sikap orang tuanya yang tidak mau membelikan sepeda motor untuk kuliah. Dari getaran suaranya ada nada protes, dan setengah kebencian terhadap kedua orang tuanya. Bahkan, saya menebak kalau dalam pikiran Anca muncul kesimpulan kalau orang tuanya tidak sayang pada dirinya.
Saya kemudian tanya pada Anca, tentang penghasilan kedua orangtuanya. Menurut mengakuannya, orang tua Anca memiliki kebun Kelapa Sawit dan Kebun Karet yang luas. Atas dasar itulah, Anca menganggap sangat tidak masuk akal kalau orang tuanya tidak bersedia membelikan sepeda motor untuk kuliah.
Di tengah berbagai kegundahan hati dan seribu tanya pada diri Anca, saya kemudian mengatakan, kalau sebenarnya penolakan orangtuanya bukan karena ayah Anca tidak sayang padanya. Bahkan sebaliknya, oleh karena orang tuanya sayang pada Anca, sehingga orang Anca sampai hari itu belum membelikan sepeda motor.
Saya berkata lagi pada Anca, “orang tuamu tidak ingin kamu celaka yang disebabkan oleh sepeda motor. Orang tuamu sangat mengerti dengan watakmu, yang mungkin kamu suka kebut-kebutan, sehingga orang tuamu khawatir, kalau sampai terjadi apa-apa pada kamu!”
“Ah! Itu hanya alasan ayah saya yang tidak mau membelikan sepeda motor! Kata Anca protes. Saya ini sudah besar. Sudah kuliah, mana mungkin saya akan ikut-ikutan kebut-kebutan seperti anak-anak SMA,” katanya menyakinkan saya.
“Anca, masalahnya bukan itu saja. Kamu harus berpikir, jangan sampai orang tuamu membelikan sepeda motor itu dengan amarah dan tidak dengan kerelaan. Sebab, Tuhan hanya akan meridloi jika orang tua juga meridloi. Jadi jangan dipaksakan. Ini adalah penundaan dari dan kasih sayang Tuhan kepada kamu melalui kedua orang tuamu!”
“Aaaah, itu tidak rasional!” katanya kesal
“Sekarang begini. Seberapa penting sepeda motor yang harus kamu punya, lalu untuk apa?” tanya saya pada Anca.
“Untuk kuliah! Lagi pula kalau saya pulang ke kampung, saya tidak perlu ongkos naik bis. Saya bisa pulang satu bulan satu kali, tidak seperti selama ini saya pulang setiap satu semester,” kata Anca berargumentasi.