Lihat ke Halaman Asli

Itulah Bedanya, Gus Dur Dengan Pak SBY.

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeriku penuh dengan masalah. Harapanku sebagai “wong cilik” sangat tidak mengharapkan hal itu. Yang ku harapkan sebagai rakyat kecil negeriku subur makmur aman sentosa. Negeri ini ko sangat penuh dengan masalah. Apakah memang ini akibat dari kecerobohan dan kelalaian para pemimpin?.

Belum selesai masalah yang satu muncul lagi masalah yang baru. Muncul lagi-muncul lagi, terus dan terus. Lalu sampai kapan negeri ini berhenti dari masalah?. Musibah sepanjang tahun selalu ada. Berganti tahun selalu ada hal yang aneh dan bahkan sangat mengerikan. Dan setiap keanehan alam sering kali kejadiannya pada saat kondisi rakyat kecil memprihatinkan. Ya begitulah hanya Allah yang tahu. Saya tidak akan membahas soal peristiwa alam dulu. Tapi dalam tulisan ini saya lebih fokus pada peristiwa terkait dengan persoalan TKI yang sekarang ini menjadi PR utama bagi pemerintah. Janganlah dipandang sebelah mata, karena perlu diingat bahwa para TKI adalah merupakan pahlawan devisa. Perlu diperhatikan, perlu diingat, dan perlu dicatat oleh pemerintah bahwa sesungguhnya ketika negeri ini menjadi rengking pertama dalam pengekspor TKI itu sebenarnya jangan kemudian bangga, justru seharusnya prihatin bila perlu sedih, karena ketika warganya banyak yang jadi TKI di negeri orang maka secara otomatis pemerintah tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang mamadahi. Aduh maaf kata, apalagi saudara-saudara kita yang cari nafkah untuk keluarga, untuk anak, untuk ibadah akan tetapi dianggapnya sebagai “budak”, tidaklah pantas diera yang maju sakarang ini masih ada seorang majikan memiliki pemikiran zaman jahiliah.

Pemerintah di negeriku ini telah kecolongan, sering kali kecolongan, buktinya “Eksekusi Ruyati”, sosok ibu yang berjuang untuk merubah hidup dengan menjadi TKI di “Arab” dengan niatnya yang tulus dan ikhlas untuk menghidupi keluarga, namun kepergiannya yang ketiga jusrtu berakhir dengan ajal. SubhanaAllah, mungkin tidaklah disangka akan berakhir dengan membawa duka bagi keluarga dan bagi kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Sosok ibu yang berasal dari Jalan Raya Sukatani, Kampung Srengseng Jaya Rt. 01 Rw. 01 Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani-Bekasi Jawa-Barat. Ruyati merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, dengan dikaruniai tiga anak, yakni Een Nuraini (35), Evi Kurniati (32), dan Irwan Setiawan (27). (kompas, selasa 21 Juni 2011).

Peristiwa yang menimpa TKI setiap tahun selalu ada, dengan berbagai macam kasus yang menimpa. Masih terbayang diingatan saya, dua tahun yang lalu ketika saya bekerja di Gedung BNP2TKI, sebagai salah satu tim Advokasi yang membantu para TKI yang dipulangkan sementara meraka tidak punya ongkos untuk pulang sendiri, keluhan demi keluhan bermacam bentuk, ada yang diPHK secara sepihak, ada yang pulang karena memang majikan tidak mau nenerima, karena sakit, karena menjadi pelecehan seksual atau akan menjadi korban tindakan tidak seharusnya dilakukan olah majikan, di pulangkan karenan dokumen tidak lengkap, karena tidak mampu bekerja.sungguh sangat menyedihkan.

Disinilah pemerintah yang seharusnya melakukan suatu tindakan konkret, harus ada tindakan tegas dari pemerintah secara serius dan sungguh-sungguh. Sudah menjadi keharusan pemerintah untuk berpikir dan berpikir. Apakah rela warganya selalu menjadi korban? Jangan sampai kemudian rakyat atau para TKI berucap “mungkinkah kita masih bisa berharap pada pemerintah? Dimanakah pemerintah kita? Tentu tidak itu yang akan keluar, kalau pemerintah mampu memberikan perlindungan, kalau pucuk pemimpin bangsa ini berani dan punya sikap tegas. Sangat sepakat apa yang disampaikan olah mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak berusaha keras membantu warganya sehingga Ruyati binti Satubi dihukum pancung di Arab Saudi. Sementara pada zaman Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang bisa membatalkan hukuman pancung dengan menelepon Raja Arab.Kemudian kasus Zaenab pada 1999 yang lolos dari hukuman mati setelah Gus Dur mengupayakannya.(Liputan6.com, Depok).

Berharap pemerintah, para penyetir negeriku ini, para delegasi negeri ini jangan terus mendapatkan tamparan dengan ramenya peristiwa yang terjadi. Sudah saatnya menjadi negeri yang berwibawa. BNP2TKI, pejabat ketenagakerjaan Indonesia harus mampu menunjukan taringnya. Sebagai badan jangan sampai hanya menjadi “tempat”akan tetapi harus mampu manjadi “pelindung”melindungi para TKI. Ingat mereka adalah “pahlawan devisa”.

Selanjutnya kami terut berduka cita yang sangat mendalam dan semoga amal baik ibu “Ruyati” diterima disisi Allah Swt.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline