Saya: Dek tinggalnya dimana?
Putra: Disana mbak
Saya: Ibuk sama ayah kemana kok sendirian?
Putra: Ibuk kerja, ayah sakit.
Sabtu, 6 Oktober 2018, sebuah percakapan singkat terjadi antara saya dan seorang anak kecil laki-laki yang duduk termenung dipinggir trotoar alun-alun kota batu. Dia (sebut saja namanya Putra) seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 7 Tahun sedang sendirian memandangi anak-anak lainnya yang sedang bermain di sekitar alun-alun Kota Batu.
Saya yang waktu itu simpati melihat dia sontak saya langsung menyuruhnya ikut bermain dengan anak-anak yang lainnya. Tapi dia tidak menjawab atau merubah posisi tempat dan cara duduknya. Dia hanya menggelengkan kepala. Saya heran, lalu saya bertanya perihal sebab dia tidak mau bergabung untuk bermain dengan teman-temannya. Kemudian dia menjawab bahwasannya dia malu.
Setelah dia menjawab seperti itu, rasa keingin tahuan saya bertambah. Saya terus bertanya hingga pada akhirnya saya tau penyebab dia malu. Dia malu karena anak-anak lain berpakaian bagus, anak-anak yang lain mendapat perhatian dari orang tuanya. Dia minder.
Dari sini saya terenyuh, saya teringat bahwasannya dulu saya seperti dia. Saya yang berasal dari keluarga pas-pas an seringkali merasa minder jika ingin bermain dengan teman-teman saya. Namun disini ada beda, saya yang mendapat perhatian dan kasih sayang lebih dari orang tua saya akhirnya saya berani untuk muncul di permukaan bersama teman-teman saya.
Saya tidak minder atau merasa malu lagi jika bermain bersama teman-teman saya. Mengapa? Karena disini banyak pihak-pihak yang mensuport saya untuk menjadi percaya diri. Mulai dari orang tua, guru ngaji, guru sekolah, terutama guru BK saya.
Lalu apa yang dilakukan mereka sehingga saya bisa menjadi percaya diri?
Pertama, yang dilakukan oleh orang tua saya yaitu beliau memberikan pengertian kepada saya bahwasannya hidup itu bukan soal materi, kita semua sama.
Kedua, guru ngaji saya mengatakan bahwa yang membedakan manusia dihadapan Allah ialah ketaqwaannya bukan baju atau fisik nya.
Ketiga, guru BK saya mengatakan bahwa kalau saya terus-terusan menjadi orang yang tidak percaya diri, selamanya saya akan menjadi orang pengecut yang hanya bersembunyi dibalik hiruk pikuk dunia. Sedangkan dunia ini keras, kita harus percaya diri agar orang lain bisa melihat kemampuan kita.
Nah dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa masalah kesenjangan sosial yg sehingga membuat anak malu dan tidak percaya diri di depan teman-teman nya sebenarnya bisa diatasi.