Mahasiswa S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Negeri Malang (UM) melakukan penelitian mengenai implementasi program pendidikan inklusif di SMPN 2 Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana program tersebut berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pendidikan berkualitas.
Penelitian ini melibatkan observasi langsung di SMPN 2 Malang, wawancara dengan guru, serta analisis dokumen terkait program pendidikan inklusif. Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan menarik. SMPN 2 Malang telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mewujudkan pendidikan inklusif dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun, penelitian juga mengungkap beberapa tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan sumber daya, perlu peningkatan kapasitas guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, dan masih adanya stigma sosial terhadap siswa inklusif di lingkungan sekolah.
Para peneliti menyarankan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas program pendidikan inklusif di SMPN 2 Malang. Rekomendasi tersebut meliputi peningkatan pelatihan bagi guru, peningkatan kerjasama antara sekolah, orang tua, dan komunitas, serta perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk menghilangkan stigma negatif terhadap siswa berkebutuhan khusus. Dengan demikian, diharapkan program pendidikan inklusif di SMPN 2 Malang dapat berjalan lebih optimal dan berkontribusi secara signifikan dalam mewujudkan SDGs di Kota Malang. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi sekolah-sekolah lain dalam mengembangkan program pendidikan inklusif yang berkualitas.
Penelitian ini menunjukkan bahwa SMPN 2 Malang berhasil mengimplementasikan program pendidikan inklusif melalui inovasi SIMBA ASIA (Sinau Mandiri Bersama Anak Satwimaba Istimewa). Program yang telah berjalan sejak tahun 2022 ini memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi seluruh peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Berdasarkan data yang diperoleh dari sekolah, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah siswa berkebutuhan khusus selama periode 2022-2023. Sebanyak 27% siswa tercatat memiliki IQ di bawah rata-rata. Berbagai kondisi yang teridentifikasi meliputi ADHD, Slow Learner, Disabilitas Intelektual, serta Gangguan Belajar Spesifik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI