Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Ban Ki-moon Bungkam terhadap Eksekusi Mati TKI di Arab Saudi?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14301487461950160678

[caption id="attachment_413120" align="aligncenter" width="336" caption="Ban Ki-moon (dailyslave.com)"][/caption]

Menjelang eksekusi mati gembong narkoba warga negara Australia yang populer dengan sebutan Duo Bali Nine di mana pemerintah Australia protes keras terhadap pemerintah Indonesia lewat Perdana Menteri Tony Abbott. Setelah protes kerasnya tak ditanggapi oleh pihak Indonesia, tak lama kemudian Bang Kimun atau Ban Ki Moon ikut-ikutan menekan pemerintah Indonesia agar membatalkan eksekusi mati tersebut dengan alasan hukuman mati termasuk melanggar hak-hak azasi manusia internasional dan harus ditiadakan. Alasan Bang Kimun yang kedua adalah tidak masuk akal membawa obat saja dianggap pelanggaran berat di Indonesia. Rupanya Bang Kimun menyamakan narkoba dan obat berbahaya jenispsikotropika dengan obat-obat lainnya seperti obat flu dan obat cacing yang dijual bebas di Indonesia. Bagaimana ini pejabat tinggi UN bisa ceroboh menyamakan narkoba dengan obat-obatan yang biasa dijual di kios dan minimarket, aya-aya wae abang kita ini.

Terlepas dari rencana eksekusi mati gembong narkoba yang tindakannya menjadi musuh bersama seluruh dunia dan menjadi target buruan Interpol, tak demikian rupanya sikap Bang Kimun terhadap eksekusi mati terhadap para TKW di Arab Saudi yang eksekusi matinya saja dilaksanakan secara diam-diam. Jangankan pemberitahuan kepada keluarga terpidana, kepada pemerintah negara asal saja pemerintahan KSA ogah memberikan informasi awal terhadap hari H eksekusi. Padahal perlakuan pemerintah Indonesia terhadap terpidana hukuman mati masih menghargai, dan hak-haknya diberikan sesuai undang-undang yang berlaku sebagai layaknya manusia meski nantinya akan menghadapi regu tembak. Contohnya sebelum pelaksanaan hukuman mati, keluarga terpidana diberi kesempatan mengunjungi di lapas terakhir tempat eksekusi dengan biaya ditanggung oleh negara dan difasilitasi pula untuk mendatangkan rohaniwan dan memberi kesempatan terakhir permintaan terpidana dan ini yang terpenting, memberitahukan kepada negara asal si terpidana mati sebelum pelaksanaan. Di mana kesempatan-kesempatan tersebut tidak akan diperoleh bagi terpidana hukum pancung di pemerintahan KSA. Trus apa sebabnya Bang Kimun seolah bisu dan tuli serta menerapkan standar ganda terhadap sesama terpidana mati ini, apa Indonesia dianggap negara kecil dan tidak penting sehingga Secretary General of The United Nations ini menekan Indonesia dan tidak diberlakukan sama terhadap pemerintahan KSA dan negara lainnya yang sama-sama menerapkan hukuman mati. Padahal negara seperti Malaysia juga menerapkan hukuman mati bagi kasus narkoba seperti Indonesia tetapi hanya Indonesia yang diobok-obok sistem hukumnya oleh Bang Kimun. Padahal sebagai pejabat Sekjen PBB tidak boleh memihak dan berat sebelah terhadap suatu negara yang sedang bersengketa, apalagi ini hanya sistem hukum bagi suatu negara yang beda dengan negara lain jangan justru ikut-ikutan bermain seolah melindungi dan melegalkan peredaran narkoba. Terpidana seperti Freddy Budiman di dalam lapas saja masih bisa leluasa bisnis narkoba lewat kaki tangannya yang berada di luar tembok lembaga pemasyarakatan. Sebaiknya negara-negara tetangga lainnya termasuk Sekjen PBB tidak ikut campur apalagi merecoki lembaga peradilan yang berlaku di masing-masing negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline