Aksi massa yang mengaku membela Islam 31 Maret 2017 atau dikenal dengan nama 313 telah usai dan berakhir lemes. Koordinator aksi yang juga pimpinan FUI (Forum Umat Islam) --entah Islam yang mana-- ditangkap polisi malam sebelum aksi berlangsung di sebuah hotel bintang lima di kawasan Bundaran HI. Tuduhannya tak main-main: bersekongkol mengupayakan makar atau mengganti paksa--inkonstitusional--pemerintahan yang sedang berjalan.
Polisi mengemukakan penangkapan koordinator aksi ini tidak berhubungan dengan aksi makar, polisi juga mengatakan sudah punya 2 (dua) alat bukti yang memberatkan tersangka yang oleh karena itu segera ditahan selama 20 hari ke depan. Massa 313, termasuk Amien Rais, awalnya galak, meminta polisi membebaskan sang koordinator sore tanggal 31 itu juga, kemudian melunak akan menunggu sampai besok, kemudian melunak lagi dengan membiarkan penasihat hukum berbicara yakni hendak mengajukan praperadilan pada polisi atas penahanan sang koordinator. Ancaman untuk mendatangi Mako Brimob di Kelapa Dua tak diwujudkan, biasalah: ancaman biasanya kan datang dari para pengancam yang mengira sasarannya akan takut, kalau sasaran tidak takut ya sudah, balik kanan. Masalahnya Wiranto, Menkopolhukham sudah mengatakan memaksakan kehendak berarti membenturkan rakyat dengan aparat, kalau jatuh korban atau terjadi kerusakan siapa yang bertanggungjawab? Pesan itu jelas sekali, kalau ada yang coba-coba menekan pemerintah, polisi dan TNI akan bertindak! Wiranto tentu paham sekali hal ini, karena beliaulah orang yang membentuk pamswakarsa di zaman reformasi dulu, yang kemudian melahirkan organisasi Islam beringas FPI. Alhasil tekanan massa berubah jadi misuh-misuh dan gerutuan di sembarang tempat.
Terlepas dari merosotnya aksi ini, dibanding dua aksi sebelumnya yakni 212 dan 411 yang diklaim langsung digerakkan Allah, aksi 313 memang melempem. Tujuannya sudah terbaca jelas, tak ada hubungannya dengan kehormatan Islam segala macam, cuma ingin memaksa presiden mencopot Ahok yang sudah berstatus terdakwa dengan alasan UU menuntut demikian. Entah UU yang mana yang memaksa begitu, karena masih sangat debatable, namun yang pasti upaya memaksa presiden itu juga sudah berkali-kali dijawab presiden bahwa urusan Ahok sudah ditangani lembaga hukum. Kok masih ngeyelbawa-bawa presiden? Emangnya Indonesia itu kerajaan, di mana raja bisa mencopot atau mencampuri proses hukum seenak udele?
Mengapa mereka menuntut Ahok dicopot dan kemudian ditahan? Katanya karena menghina Al Qur’an. Ini lucu lagi, selain di pengadilan sudah terlihat bagaimana busuknya kebohongan pihak yang menuduh, para saksi dan ahli dari kuasa hukum Ahon juga memperlihatkan bahwa tuduhan itu absurd dan bermotif politik belaka, namun yang lebin heboh kok mayoritas umat Islam Indonesia tidak mengganggap Ahok menistakan agama dan ulama? Kalau cuma menuding sebagian lawan politik suka bawa-bawa ayat atau agama untuk mengalahkan lawan politik banyak yang percaya, tapi ikut-ikutan menuding Ahok menista agama nanti dulu! Ini tak bisa dijawab bahwa yang tak memusuhi Ahok imannya kurang, seperti yang mereka bilang, karena mereka bukan pemegang otoritas keagamaan manapun, bukan mereka pula yang berhak mengeluarkan sertifikat kualitas keagamaan seseorang. Mereka cuma ngaku-ngaku lebih Islam dari umat Islam yang lain, namanya ngaku-ngaku ya sesukanya ajalah. Namanya juga ngaku-ngaku!
Yang jelas MUI, Muhammadyah, NU tidak ikut aksi terakhir ini, dan nyata-nyata mengatakan tendensi politiknya terlalu kuat. Sejak 411 sebenarnya semua juga tahu, politiklah yang membuat aksi ini marak, politik berbau fasis, rasis dan mungkin ISIS! Mereka tidak mau Ahok kembali memimpin DKI, dan bertekad memenangkan pemimpin muslim, bukan karena Ahok itu non muslim saja, tetapi juga Cina dan didukung 9 naga. Mereka menghembuskan berbagai isu, bahwa kalau Ahok kembali jadi gubernur, Jakarta dan kelak Indonesia akan dibanjiri orang Cina dari Tiongkok sana. Ladalah, emangnya gampang keluar masuk negara orang, belum lagi berbagai kepentingan dunia yang bermain di sini? Entah bagaimana logikanya mengaitkan-ngaitkan Ahok dengan China di daratan sana, yang notabene bukanlah negaranya? Mungkin para analis kita di Kemenlu tahu, bagaimana kemungkinannya menjadikan Indonesia Hong Kong kedua. Lucunya mereka tak curiga dan malah nempel pada Harry Tanoe, yang sepertinya lebih dekat dengan para kapitalis dunia—dan penista Islam kelas kakap Donald Trump--bukan hanya China. Aneh kan?
Lantas kalau Ahok ternyata tak dicopot juga sampai pilkada putaran kedua berlangsung, apakah aka nada aksi lagi? 414 mungkin? Atau 515? Dan kalau Ahok ternyata dibebaskan dari tuduhan menista agama karena seharusnya memang tidak bersalah apakah akan ada pula aksi 616, walah ini kan Kopaja jurusan Blok M – Jagakarsa?
Saran saya, sudahlah. Upayakan ajalah Anies-Sandi menang pada putaran kedua agar kalian bisa pulang ke rumah masing-masing dengan wajah sumringah, dan jangan marah kalau ternyata Ahok-Djarot pemenangnya, apalagi menuduhnya curang segala, karena kalianlah yang bermaksud mengintimidasi warga dengan menggerakkan wisata Al Maidah ke TPS-TPS, agar warga takut dengan wajah beringas FPI dan mencoblos Anies-Sandi. Tak baik begitulah. Santai aja, dana Ormas masih ada kok dalam APBD DKI, seberingas apapun Anda!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H