Lihat ke Halaman Asli

Rizal Ramli Kepret Mafia Pelabuhan

Diperbarui: 26 Agustus 2015   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Setelah sempat bikin heboh karena mengkritisi program-program di domain Menko Perekonomian, Rizal Ramli Menko Kemaritiman mulai membenahi bidang yang memang menjadi tugasnya di Kabinet Kerja yakni memberantas mafia dwelling time (bongkar muat) di Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk itu Menko Rizal telah membentuk gugus tugas (task force) yang terdiri dari berbagai unsur, termasuk kepolisian dan TNI.

Pelabuhan Tanjung Priok adalah tempat basah berbagai pihak yang berkecimpung di sana. Bea Cukai, Pelindo II, ormas preman, kepolisian, tentara, wartawan, pejabat pemerintahan, mulai dari tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota, gubernuran sampai kementerian semua mendapat bagian dari berbagai aktivitas yang dilakukan di Tanjung Priok. Bareskrim Polri sudah mencokok yang di Kementerian Perdagangan, yang di bawahnya kini was-was dan ketar-ketir menunggu keajaiban :).

Sejak zaman Soeharto, Tanjung Priok telah menambah--secara tak seharusnya--biaya produksi sebesar 30 persen. Jumlah itu sepertinya sudah dipatok sebagai bagian dari cost produksi yang mau tidak mau harus dikeluarkan untuk berbagai stakeholder di Tanjung Priok. Saya tidak tahu bagaimana persisnya, tapi begitulah yang terungkap di media massa. Kompas sudah memberitakan ini sejak belasan tahun silam.

Karena sudah berlangsung lama, saya yakin hal itu sudah dianggap sebagai kelaziman—bahkan budaya--di Tanjung Priok, yang kalau tidak dilakukan akan terasa aneh. Masa nggak ngasih jatah si Anu? Lho lewat aja ni, nggak pengertian banget? Dan seterusnya. Seperti saat mengurus KTP di kelurahan atau saat melapor kehilangan di polsek-polsek, kita dipaksa yakin bahwa memberi uang terima kasih itu adalah bagian dari etika berurusan dengan aparatur pemerintahan. Aneh tapi telah membudaya, sehingga kita rikuh sendiri kalau tak menjalaninya. Goblok ya, masa nggak mau ngasih pungli rikuh? He he, tapi begitulah kenyataannya di negeri ajaib yang kita cintai ini.

Kalau benar seperti itu, 30 persen biaya tambahan harus lenyap untuk berbagai pihak di Pelabuhan Tanjung Priok, jelas tugas Rizal Ramli sangat berat. Apalagi di zaman keserakahan telah menjadi kelumrahan dan kebanggaan seperti sekarang ini. Apa iya mereka bisa dikepret begitu saja oleh Satuan Tugas yang dibentuk Menko Rizal?

Tentang hal ini kita hanya bisa menunggu. Jokowi memberi waktu sebulan pada Rizal Ramli untuk menangani mafia Pelabuhan Tanjung Priok ini. Jika Rizal berhasil maka mafia lainnya di puluhan pelabuhan di seantero negeri ini akan berubah kebudayaannya. Biaya produksi akan normal, apalagi kalau para eksportir dan importir juga jujur dan menyesuaikan dari dengan perubahan yang terjadi. Jika tidak, tentu Rizal Ramli terpaksa harus mengepret mukanya sendiri.

Inti dari kejadian ini adalah, perilaku rasuah tidak mutlak dimiliki oleh pejabat atau aparat saja, tetapi juga oleh orang-orang sipil yang melihat kesempatan untuk mendapat bagian. Hal ini juga memperlihatkan pembenahan harus holistik, tak boleh sepotong-sepotong atau secara parsial, semua harus terlibat dan memiliki kemauan untuk berlaku jujur dan rela berbuat serta berkorban demi kebaikan negara tanpa henti.

Tanpa komitmen dan konsistensi dari semua pihak, upaya kepret mafia pelabuhan ini takkan berhasil, malah bisa menjadi bola politik untuk memburu kepentingan jangka pendek yang lebih bersifat egois, seperti memburu kekuasaan.

Buat Menko Rizal, selamat mengepret, semoga semua tikus itu mengkeret! 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline