Lihat ke Halaman Asli

Musim Nazar, Musim Ingkar

Diperbarui: 21 Juni 2016   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nazar adalah janji seseorang kepada Allah untuk melakukan sesuatu hal, jika apa yang ia harapkan terpenuhi atau terkabulkan.

Kini marak musim nazar. Dirunut balik ke 2012, nazar mulai muncul pada 2012 saat Jokowi-Ahok menjejakkan kedua telapak kaki masing-masing di Jakarta. Pada pemilihan Presiden 2014, nazar makin deras bermunculan. Ada anak pedangdut relijius yang bernazar akan hengkang kaki ke luar negeri jadi TKW plus-plus bila Jokowi menjadi Presiden. Ada pensiunan musisi berjanggut dan botak aneh yang berjanji akan memotong perkakas kenikmatannya bila Jokowi menang dari Prabowo, dan Ada pula mantan tokoh reformasi gadungan yang bernazar akan berjalan kaki dari Dolly ke Kalijodo. Salah Pak kata anak saya, dari Yogyakarta ke Jakarta. Iya nak jawabku, maklum salah pencet.

Terakhir ada politikus dari kubu Capres gagal 2014 yang bernazar akan terjun bebas dari puncak Monumen Nasional bila Relawan Pendukung Ahok (Teman Ahok) berhasil memulung sejuta KTP warga DKI Jakarta sebagai dukungan untuk maju sebagai Cagub DKI Jakarta melalui jalur non Parpol.

Semua nazar yang diucapkan dan masih terrekam dengan akurat di dunia maya tidak berarti apa-apa. Semua pegusung nazar itu tidak ada yang menepati janji kepada Allah.

Kenapa demikian?, memang sebenarnya dalam hati kecil mereka semua yang bernazar kurang ajar tidaklah meyakini akan adanya Allah. Jika meyakini keberadaan Allah tak akan mungkin berani bernazar main-main. Semua nazar wajib dijalani karena itu janji kepada Allah. 

Setahun sekali ada bulan saat Allah dijual begitu masifnya. Semua mencatut nama Allah tanpa malu-malu. Allah itu begini, kata seorang penjual ayat. Jadi manusia musti begini agar supaya masuk surga yang bisa begituan di surga dengan bidadari sepuasnya. Ada pula yang berkata Allah itu tidak suka yang begitu. Jadi supaya tidak masuk neraka manusia musti begini bla bla bla. Sepuasnya menjual nama Allah tanpa sampai kapanpun mengetahui siapa yang akan masuk surga atau masuk neraka.

Kok berani menjual-mencatut nama Allah sambil mengumpulkan honor?, pasti karena juga tidak yakin akan adanya Allah. Jika yakin, mana mungkin berani mengatasnamakan Allah?

Kendati demikian, pantas dipuji kreatifitas ras manusia yang berhasil menciptakan berbagai profesi sejak adanya Allah. Di era pithecanthropus erectus-kemudian-neanderthal-kemudian cro magon sampai ke nenek moyang manusia modern yaitu homo sapiens(bukan manusia mafia sapi seperti Luthfie Hassan Ishaaq dan Ahmad Fathonah) belum ditemukan adanya Allah sehingga profesi mereka untuk bertahan hidup hanya menjadi pemburu-pengumpul dan beternak-bercocoktanam.

Saat era manusia modern bermula (10 ribuan tahun lalu) , ras manusia mulai melek baca tulis akibat penemuan aksara, manusia modern makin pintar ngoceh sehingga punya banyak profesi termasuk profesi sebagai penjual nama Allah.

Dengan konsekuensi ini, maka wajar sekali alam bawah sadar manusia tidak bisa menipu dirinya sendiri yang ragu akan adanya Allah. Sehingga merasa tidak masalah hanya berjanji fiktif sama yang abstrak, mirip dengan sumpah pejabat yang dengan entengnya akan dilanggar kemudian. Bedanya, sumpah pejabat yang dilanggar akan segera menjadi pasien KPK. Namun bernazar apapun tidak membawa konsekuensi apapun, memangnya Allah sanggup memberi ganjaran azab bagi mereka yang ingkar akan  nazarnya? mana pernah terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline