[caption caption="jflag-org"][/caption]MUI telah memfatwakan bahwa keberadaan LGBT adalah haram, dan mereka harus direhabilitasi.
Kalangan agama gemar menghakimi orang lain apalagi bila berbeda dengan kebanyakan manusia yang 'normal'. Dari sudut pandang manusia yang 'normal' yang normalnya berpasang-pasangan adalah antara yang berkelamin berbeda, maka eksistensi LGBT yang menjungkirbalikkan tatanan yang 'normal' tentu adalah hal yang 'abnormal'. Sebagai hal yang 'abnormal' sudah barang tentu harus dikembalikan ke kondisi yang 'normal'.
Referensi yang digunakan oleh kalangan agama untuk menghakimi mereka yang 'abnormal' itu adalah peristiwa 'Sodom dan Gomora' yang tercantum dalam Kitab Injil Perjanjian Lama. Kedua kota itu konon dhancurkan karena perilaku kaum LGBT yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Mungkin saja peristiwa tsunami Atjeh 26 Desember 2004 yang membawa korban jiwa 200 ribu nyawa juga karena adanya perilaku LGBT di Atjeh (???).
Memang kegemaran untuk menghubungkan antara peristiwa alam dengan perilaku manusia sudah menjadi tabiat kalangan agama untuk mengintimidasi mereka yang berperilaku tidak sesuai dengan agama. Agama memang lahir selain untuk memberi jawaban-jawaban yang terkesan masuk akal, juga penuh dengan ancaman yang mengerikan bagi mereka yang tidak mematuhi agama.
Kendati demikian agama juga memberi iming-iming kenikmatan surgawi bagi mereka yang taat terhadap (ajaran) agama. Tahun 2015 lalu ada pula sekelompok manusia yang dengan landasan agama menafsirkan 4 kali peristiwa 'Blood Moon' yang sebenarnya hanya peristiwa astronomi belaka menjadi pertanda akhir jaman yang mengerikan. Banyak sekali contoh-contoh kalangan agama menafsirkan suatu peristiwa alam sebagai pertanda buruk yang disebabkan oleh perilaku mereka yang bertentangan dengan agama. Disini nasib kaum LGBT menemui naasnya. Apakah kaum LGBT itu kian hebat sehingga tingkah polah mereka bisa mempengaruhi alam semesta?
Ada pandangan bahwa kaum LGBT itu tercipta karena keadaan bukan terlahir secara genetika. Maksudnya kaum LGBT itu ada karena salah bergaul dan salah asuh, sehingga mempunyai kecenderungan selera seksual yang 'abnormal'. Bila seyogyanya lelaki doyan perempuan dan perempuan doyan lelaki, yang terjadi dengan kaum LGBT adalah lelaki doyan lelaki (jeruk makan jeruk) dan yang perempuan doyan perempuan. Yang gawat adalah di negara Barat kaum LGBT ini diberikan hak-hak untuk melakukan jurus jeruk makan jeruk secara legal. Ini yang bikin kalangan agama domestik panas dingin.
Ada pula pendapat dahulunya kaum LGBT mereka menjadi korban kaum LGBT yang lebih senior sehingga meniru. Bisa jadi demikian. Namun secara genetika tentu manusia terlahir dengan keragaman genetika yang membuat pemisahan kelamin lewat kromosom XY dan XX tidak tegas. Ada lelaki yang Macho ada pula yang melambai (sering terlihat di Mall2), Perempuanpun demikian, ada yang gemulai ada yang garang. Diantara pemisahan yang jelas itu ada persentase berapa derajat macho dan berapa persentase melambainya seorang lelaki.
Ada yang tampak luar sebagai lelaki tapi saat berbicara ternyata seperti perempuan, adapula yang terlihat sebagai perempuan malah garang bak singa kelaparan. Jadi, secara lahiriah sudah terlihat keragaman itu. Namun seperti diuraikan oleh 'Meme Theory' (Richard Dawkins), selain secara genetika manusia memiliki apa yang disebut dengan 'meme'. Bila genetika mengalir lewat sperma dan sel telur, maka 'meme' mengalir dari otak manusia yang satu ke otak manusia yang lain (imitasi). Jadi bila ada lelaki yang derajat lelakinya 'abnormal' kemudian ditiru oleh lelaki yang derajat lelakinya 'sedikit abnormal' maka bisa jadi yang 'sedikit abnormal' akan menjadi 'abnormal'.
Bila skala imitasi kini kian dimudahkan oleh masifnya Media Sosial dikuatirkan oleh kalangan agama, kelak kaum LGBT ini akan kian meraja lela dan populasi akan meningkat pesat, dan kalangan agama ketakutan sampai gemetar membayangkan azab seperti peristiwa Sodom dan Gomora.
Jadi untuk memberantas imitasi kaum LGBT menjadi kian bertambah populasinya adalah dengan menstop imitasi yaitu kaum LGBT diancam dengan intimidasi agar tidak menampakkan eksitensinya di ruang publik-jangan berani-berani kumpul kumpul bikin acara, mau bikin private party pun tidak akan aman, kebebasan berserikat yang dijamin oleh pasal 28 UUD ternyata hanya untuk kaum 'normal'.