Lihat ke Halaman Asli

BPJS Kesehatan, Walau Tidak Sesuai dengan Syariat Tapi Halal!

Diperbarui: 6 Agustus 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi kami pribadi, tidaklah takjub dengan fenomena ujug-ujug MUI berfatwa bahwa BPJS Kesehatan itu tidak sesuai dengan syariat (Islam). Ada pepatah ;'ada gula ada semut'. Demikianlah yang terjadi dengan BPJS Kesehatan. Akumulasi premi yang dihimpun dari peserta mencapai trilyunan rupiah saban tahun. Walau kabarnya masih defisit, namun lambat laun dengan basis jumlah peserta selalu bertambah, maka akan ada titik saat akumulasi dana beserta bunganya  mampu menutupi klaim pembayaran bahkan akan surplus.

Jadi, memang fuluslah biang kekisruhan yang bermula dari fatwa MUI itu. Bukan karena BPJS Kesehatan itu haram menurut jenis kelaminnya, melainkan karena segunung fulus yang membuat MUI 'ngiler' untuk ikut campur. Untuk apa?, pastilah bukan untuk mencicipi fulus itu melainkan mungkin cuma ingin 'menikmati' aroma fulus.

Disadari, model asuransi kesehatan gotong royong ala BPJS Kesehatan akan membuat beberapa situasi yang memungkinkan terjadinya praktek kecurangan, misalnya :

1. Ada orang yang sudah lama sakit, buru-buru mendaftar kemudian membayar premi untuk merasakan berobat gratis.

2. Ada pula orang kaya (nyemot), yang ingin menikmati sakit dengan berobat gratisan.

3. Ada juga orang yang gaya hidupnya merusak kesehatannya sendiri, dengan merokok, makan rakus, dan minum miras namun saat sakit ingin dibiayai orang lain.

Sebagai orang yang bergaya hidup sehat, kami tidak keberatan dengan perilaku jahanam di atas. Biarkan saja kami membayar setahun, dua tahun, tiga tahun bahkan 30 tahun tanpa menikmati sekalipun manfaat premi yang sudah kami bayarkan. Kami Ikhlas, karena itulah indahnya gotong royong. Yang sehat menanggung yang sakit, yang mampu membiayai yang tidak mampu baik yang benar benar tidak mampu atau yang ber 'acting' tidak mampu.

Kembali ke fatwa MUI bahwa BPJS kesehatan itu tidak sesuai dengan syariat, namun kemudian ada lanjutan kalimat yang berbunyi BPJS Kesehatan itu tidak haram. Maka, semakin terlihatlah acak-adut pola pikir sesat menyesatkan Bapak-Bapak yang mengeluarkan Fatwa itu. Bagaimana bisa sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat tapi tidak haram?

Pola pikir kacau ini menunjukkan bahwa Fatwa itu tidak dikaji dengan matang sebelum di'release', yang ada hanya nafsu ingin ikut diajak nimbrung 'mengolah' dana trilyunan.

Gak percaya?, tengok saja Dana Haji (Dana Abadi Umat) yang jumlahnya trilyunan dan juga disimpan di Bank dengan mendapatkan bunga berbunga. Apakah MUI berani berfatwa naik haji dengan dana abadi umat itu haram?. Mungkin dalilnya sama dengan nasib BPJS Kesehatan. walau tidak sesuai dengan syariat toh tidak haram. Walau Dana Abadi Umat ada unsur ribawi toh tetap saja halalan thoyyiban.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline