Setidaknya ada 4 jenis pola pengasuhan orang tua kepada anaknya, yaitu : Pola Asuh Authoritarian (Otoriter), Pola Asuh Indulgent (Permisif), Pola Asuh Authoritative (Demokratis), dan Pola Asuh Neglectful (Cuek). Masing-masing pola asuh memiliki dampak yang berbeda-beda pada anak tergantung dari konsep diri anak, lingkungan masyarakat, lingkungan bermain, dan lingkungan tempatnya belajar.
Selama ini saya setuju bahwa pola asuh otoritatif/demokratis adalah yang terbaik untuk diberlakukan. Karena dengan pola asuh demokratis anak jadi memiliki kesempatan untuk menjadi diri sendiri secara utuh dan berfungsi secara sosial. Namun, hal tersebut terbantahkan oleh teori Belajar Psikoanalisis yang dikemukakan oleh Dollard & Miller tentang Gradient Reward.
"Gradient reward menyatakan bahwa semakin erat kedekatan respons dengan hadiah, semakin kuat respons tersebut. Hukuman gradien menyatakan bahwa hukuman yang segera diberikan yang mengikuti kenakalan akan lebih efektif dalam mengurangi kecenderungan perbuatan nakal. Dua gradien ini adalah alasan mengapa beberapa orang tua yang efektif adalah figur otoritas. Hal ini disebabkan oleh sikap mereka yang responsif dan konsisten dalam pemberian imbalan dan hukuman." -Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling karya Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi.
Setelah berusaha untuk memahami konsep gradient reward, saya teringat dengan quotes Ali Bin Abi Thalib "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup dizaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian"
Mentalitas setiap anak itu beragam. Salah satu penyebab keberagamannya adalah zaman/era saat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Oleh karena itu muncullah klasifikasi kelahiran yang kita kenal dengan generasi Baby Boomer, X, Y atau Millenials, Z, dan Alpha.
Pola asuh otoriter atau sikap otoritas orang tua terhadap anaknya cukup efektif diterapkan sampai generasi Y. Masuk ke generasi Z yang mana cikal bakal tekologi dan komunikasi mulai tumbuh, pola asuh otoriter nyatanya cukup membuat mental mereka goyang, dan memasuki generasi Alpha, rasa rasanya pola asuh otoriter tidak bisa diberlakukan lagi karena maraknya orang-orang yang mulai menyuarakan isu kesehatan mental dan masuknya informasi terkait budaya barat yang mayoritas menerapkan pola asuh demokratis.
Dengan banyaknya informasi yang masuk, teori teori yang berkembang, dan perubahan zaman. Rasa-rasanya kita tidak boleh kaku dengan berpegang pada satu teori saja. Yang terpenting dari semua itu adalah kekonsistenan orang tua dalam menerapkan pola asuh pada anaknya.
Tumbuh kembang anak dimulai dari otak yang paling primitif yaitu bagian yang mengenali rasa takut, kemudian berkembang keotak emosional, barulah masuk keotak rasional. Sehingga anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan emosionalnya terlebih dahulu sebelum mengembangkan pemikiran rasionalnya.
Disinilah kekonsistenan peran pengasuhan harus diperhatikan. Jangan sampai kita menerapkan pola asuh demokratis dan otoriter sekaligus, atau menerapkan pola asuh permisif dan cuek sekaligus. Karena dengan adanya ketidakkonsistenan sikap orang tua, anak tidak dapat mengembangkan rasa takut dan mengolah emosinya dengan baik, yang dengan demikian dapat menyebabkan anak kesulitan untuk mengembangkan pemikiran yang rasional saat dewasa kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H