Lihat ke Halaman Asli

Kanonisasi Al-Qur'an

Diperbarui: 7 Desember 2018   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Al-Qur'an (selanjutnya ditulis Alquran) sebagai sebuah kitab suci, tidak hanya suci dari segi fisiknya tetapi juga makna yang terkandung di dalamnya, karena ia berisi firman-firman Allah Swt. Alquran biasa didefiniskan sebagai firman-firman Allah Swt. yang disampaikan oleh Malaikat Jibril sesuai dengan redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad Saw. dan diterima oleh umat Islam secara tawatur [1] (Shihab, 2014).  

Alquran bagi umat Islam, tidak sekadar dijadikan sebagai bacaan yang bernilai pahala, namun juga sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia. Sangat wajar bila kitab suci ini menempati posisi penting bagi umat Islam. Selain itu, dalam studi Alquran (quranic studies), kitab ini terus dikaji secara serius dengan menggunakan berbagai metode modern. Bahkan tidak berlebihan jika dalam beberapa tahun terakhir, studi Alquran menjadi "primadona" dalam disiplin studi Islam (Sirry, 2017). 

Hal ini dibuktikan dengan maraknya konferensi-konferensi dan buku-buku yang mengangkat tema Alquran. Selain itu, Alquran juga sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa agar dapat dibaca dan dikaji oleh orang-orang di berbagai belahan dunia.Pesona Alquran ini sempat diperebutkan oleh dua agama besar, yaitu Yahudi dan Kristen. Bahkan, para generasi awal sarjana barat sering mengklaim dan berusaha membuktikan bahwa Alquran merupakan pengulangan atau peminjaman ajaran Yahudi (atau Kristen), sedangkan Muhammad Saw. tidak lebih dari seorang murid pendeta Yahudi (atau Kristen). 

Fazlur Rahman, seorang cendekiawan muslim asal Universitas Chicago, menentang keras anggapan tersebut, terutama kepada John Wansbrough yang menulis karya Quranic Studies. Wansbrough (2004) mengklaim bahwa (1) Alquran sejatinya adalah sebuah karya untuk tradisi Yahudi; (2) Alquran adalah sebuah karya "gabungan" beberapa tradisi; sehingga disimpulkan (3) Alquran adalah produk pasca-Muhammad. Rahman (2017) keberatan atas tesis Wansbrough tersebut, terutama pada poin kedua tentang Alquran merupakan karya campuran beberapa tradisi. Ia menilai bahwa ada kelemahan pada data sejarah yang disajikan Wansbrough.

Tulisan ini akan memaparkan argumentasi tentang proses pembukuan Alquran yang dilihat dari sudut pandang historis dan teologis. Kedua perspektif ini sering dianggap secara dikotomis, karena Alquran hanya dilihat dari satu sudut pandang saja sekaligus menegasikan yang lain. Dalam ranah teologis, Alquran merupakan hal yang sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi isi dan ajarannya. Alquran menuntun pembacanya ke arah keimanan dan penjamin keselamatan di dunia dan akhirat. Dalam ranah historis, kitab suci ini terus menjadi perbincangan menarik bahkan menjadi hal yang tidak pernah selesai dibicarakan. Kajian-kajian serius mengenai proses turunnya Alquran, menghubungan Alquran dengan kitab-kitab sebelumnya, metode penafsiran Alquran, menghubungan Alquran dengan berbagai masalah dan kebutuhan masyarakat modern, serta sejarah kanonisasi Alquran adalah contoh-contoh dalam kajian studi Alquran.

 

Sejarah Singkat Kanonisasi Alquran

Istilah kanonisasi Alquran ini merujuk pada proses pengumpulan atau kodifikasi ayat-ayat Alquran yang sebelumnya belum tersusun secara utuh.Ketika Alquran pertama kali diturunkan, Rasulullah Muhammad Saw. berusaha menghafalnya untuk beliau pribadi sebelum didakwahkan kepada para sahabat. 

Sebagaimana dicatat oleh sejarah bahwa beliau adalah seorang ummy[2] (Ilyas, 2013). Meskipun begitu, Rasulullah Saw. memiliki daya ingat yang sangat kuat dalam menghafal ayat-ayat yang turun. Setiap tahun Malaikat Jibril datang mendereskan semua ayat-ayat yang sudah diterima Nabi.

Para sahabat berlomba-lomba menghafal ayat-ayat yang telah disampaikan Nabi. Mereka saling membantu dan berbagi hafalan, bahkan ada yang menuliskan di pelepah kurma agar ayat-ayat yang mereka hafal terekam dengan baik. Beberapa tahun kemudian, banyak sahabat yang menjadi penghafal Alquran gugur dalam medan peperangan sehingga muncul wacana untuk mengumpulkan semua ayat dan membukukannya. 

Dalam konteks pembukuan ini terdapat banyak pendapat. Ada sumber yang menyatakan bahwa pembukuan Alquran dimulai saat zaman khalifah Usman, ada juga yang beranggapan bahwa pembukuan Alquran sebenarnya sudah ada pada khalifah sebelumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline