Lihat ke Halaman Asli

Imi Suryaputera™

Jurnalis, Penulis, Blogger

Mengganti Kalender Masehi Dengan Hijriyah

Diperbarui: 1 Januari 2016   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Natal telah berlalu, tahun Masehi pun memasuki awal baru. Semua yang terkait dengan Natal dan tahun Masehi pun sudah terlupakan, setelah berbagai tanggapan mengenai kedua momen tersebut usai.

Menurut Saya kebanyakan orang Indonesia itu (yang beragama Islam) selalu mengulang-ulang hal lama terkait Natal dan Tahun Masehi. Ungkapan seperti; dilarang mengucapkan selamat Hari Natal bagi yang beragama Islam, pun tak boleh merayakan pergantian Tahun Baru (Masehi).

Padahal Kita tahu di Indonesia ini ada beberapa peringatan dan perayaan tahun selain Tahun Masehi; Tahun Hijriyah, Imlek, dan Tahun Saka.
Dan Kita semua juga tahu jika bicara tentang tahun, berarti kita bicara tentang Kalender atau penanggalan, yang mana Kalender yang digunakan secara Nasional di Indonesia adalah Kalender Masehi (Gregorian), bukan Kalender Hijriyah (Islam).

Sebagian besar orang Indonesia dari berbagai agama jelas saja merayakan pergantian tahun baru Masehi, karena tahun inilah yang secara resmi digunakan, terlebih lagi digunakan untuk jadi patokan segala macam kegiatan diantaranya untuk penghitungan dan penjadwalan hari kerja secara Nasional.

Disinilah letak kesalahannya Saya kira. Sebagai negeri yang lebih dari 80 persen penganut Islam, Indonesia justru menggunakan Kalender Masehi, bukan Kalender Hijriyah. Ini dikarenakan pula Indonesia bukan negara yang berasaskan pada hukum (syariat) Islam, terkecuali khusus untuk Aceh.

Sebenarnya cukup sederhana jika menginginkan umat Islam tak lagi merayakan pergantian Tahun Masehi, yakni menggantinya dengan Kalender Hijriyah. Sehingga seluruh kegiatan apapun di Indonesia termasuk penjadwalan hari kerja secara Nasional mengacu kepada Kalender Hijriyah. Dan yang pasti adalah pergantian tahun yang akan dirayakan yaitu Tahun Hijriyah. Dan sudah tentu pula tak akan ada perayaan pergantian Tahun Hijriyah dengan pesta kembang api, bakar petasan, pesta di Tempat Hiburan Malam sambil mungkin mabuk-mabukan, tapi berganti dengan tablig, tausiyah, zikir dan doa bersama.

Kemudian, hari kerja yang selama ini dimulai pada hari Senin hingga Jumat, berganti menjadi Sabtu hingga Rabu. Karena dengan Kalender Masehi hari libur pada Sabtu dan Minggu, sedangkan bila menggunakan Kalender Hijriyah hari libur jatuh pada hari Kamis dan Jumat.

Dengan berganti ke Kalender Hijriyah, dan hari libur kerja pada Kamis dan Jumat; ini memberikan waktu yang cukup bagi umat Islam untuk fokus ibadah shalat Jumat. Dan Saya kira tak akan mengganggu kinerja siapapun, tinggal penyesuaian.

Namun ide seperti yang Saya tulis ini tak bakal akan digubris oleh orang Indonesia. Karena Saya tahu persis orang Kita lebih suka menjadikan wacana apa saja untuk bahan debat kusir terutama di Media mainstream dan media sosial.

Setuju kah Kita jika menggunakan Kalender Hijriyah ? Saya yakin kebanyakan pihak yang tak setuju justru berasal dari umat Islam sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline