Lihat ke Halaman Asli

Imi Suryaputera™

Jurnalis, Penulis, Blogger

Ini Jaman Serba Kredit

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seorang teman yang bertamu pada hari lebaran kemarin, di sela-sela makan minum sambil nonton tipi, bertanya kepada saya berapa bayar kredit per bulan untuk tipi yang sedang kami tonton. Saya jawab tidak tahu, namun saya persilakan tanya ke istri saya. Dan saya pun balik bertanya kenapa ia tanyakan berapa bayar kredit bulanannya. Ia menjawab dengan yakin bahwa tipi plasma cukup besar di ruang tamu rumah saya itu tak dibeli secara cash and carry.

Alasan teman saya itu dengan yakin menyatakan tipi kami itu dibeli secara kredit adalah; memang kini kebanyakan warga kelas ekonomi menengah ke bawah lebih memilih membeli barang-barang secara kredit, sebab disamping memang banyak pihak yang membuka peluang untuk itu, dengan uang muka yang tak terlalu besar sudah bisa membawa pulang barang yang diinginkan. Kemudian meski memiliki cukup uang untuk melakukan pembelian secara cash and carry, jika dibeli secara kredit atau cicilan, maka uang sisanya bisa dipergunakan untuk berbagai keperluan lainnya.

Saya kira argumen teman saya itu cukup logis, dan itu sesuai dengan yang keluarga saya alami sebagai contoh. Beberapa barang keperluan saya memang dibeli secara kredit, misalnya sepeda motor, mesin cuci, kulkas, dan tipi. Begitupun beberapa tetangga dekat saya juga melakukan hal yang sama dengan kami. Bahkan tak hanya barang-barang keperluan rumah tangga yang kini bisa dibeli secara kredit, tapi juga objek tak bergerak seperti tanah dan rumah.

Seorang teman saya lainnya yang saya ketahui cukup berduit, punya simpanan di beberapa bank, namun tetap saja lebih memilih melakukan pembelian beberapa barang keperluan keluarganya dengan cara kredit. Alasannya uang simpanannya itu untuk berbagai keperluan mendadak yang tak mungkin dibayar secara kredit seperti biaya berobat dan keperluan sekolah anak.

Peluang berbelanja secara kredit tampaknya terbuka lebar, terjadi dimana-mana; dari barang-barang berharga mahal hingga harga yang cukup murah.
Harga barang yang terjangkau pun tak jarang juga dibeli secara kredit dikarenakan pembelian dalam jumlah banyak seperti misalnya pakaian, sandal, sepatu, tas, dan peralatan dapur maupun peralatan makan; piring, gelas, sendok, dan sebagainya.

Jangankan warga yang berpenghasilan pas-pasan (kalau tak ingin disebut miskin), tak sedikit para orang kaya pun berbelanja secara kredit. Yang jelas caranya saja yang berbeda; kalau orang kaya menggunakan kartu kredit yang pembayarannya melalui rekening bank, sedangkan yang lainnya melalui lembaga penjamin, atau cara konvensional; dicatat di buku khusus untuk para pengambil kredit. Di kampung saya dulu untuk menyebut pemberi kredit adalah Tukang bandringan, yang keluar masuk kampung sambil membawa barang-barang dengan buku catatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline