Lihat ke Halaman Asli

Imi Suryaputera™

Jurnalis, Penulis, Blogger

Perumahan Guru Itu Reyot dan Roboh, Tak Pernah Dibangun Lagi

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap kali melewati rumah dinas untuk para guru SD yang tampak reyot dan keropos, dan bahkan diantaranya ada yang sudah tinggal rangka rapuh, saya jadi teringat puluhan tahun silam semasa masih SMA.

Dulu, pulang pergi sekolah saya selalu melewati depan deretan perumahan untuk para guru SD yang berada di belakang dan samping bangunan sekolah, kebetulan dekat tempat tinggal saya itu merupakan komplek yang terdiri dari 5 SD, jadinya ramai karena gurunya banyak dan tinggal di perumahan.

Karena selalu melewati perumahan guru itu, saya akhirnya kenal dan berteman dengan beberapa guru yang berstatus masih lajang alias bujangan, itu karena mereka ada yang baru lulus dari pendidikan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau KPG (Kursus Pendidikan Guru).
Sepulang sekolah saya jadi sering ke perumahan tersebut, bergaul dengan para guru kenalan saya itu. Bahkan tak jarang saya ikut numpang tidur siang di rumah mereka.

Saya jadi betah jika berada di perumahan guru tersebut. Selain menimba berbagai pengalaman dari mereka, bertanya tentang berbagai pelajaran, yang lebih membuat nyaman adalah rumah mereka baru dan bersih. Saya berpikir waktu itu jadi guru SD itu enak; fasilitas tempat tinggal sudah disiapkan, pergi mengajar, dan terima gaji pada waktunya. Saya pun berkeinginan untuk menjadi guru seperti mereka selepas lulus SMA, karena pada waktu itu memang memungkinkan lulusan SMA untuk bisa jadi guru SD melalui jalur KPG. Namun disebabkan kondisi keuangan orangtua yang mesti berbagi dengan pendidikan adik-adik saya, maka selepas SMA keinginan untuk jadi guru saya kubur dalam-dalam untuk mencari pekerjaan lain yang lebih cepat menghasilkan.

Kini tak ada lagi pembangunan perumahan guru sejak rejim Orba-nya pak Harto tumbang dan berganti dengan beberapa rejim. Pemerintah tak lagi memperhatikan para guru yang telah membuat banyak orang menjadi pintar dan pandai sehingga dapat jadi pemimpin dan penguasa. Para guru yang belum memiliki rumah sendiri kini mesti menyisihkan uang gaji mereka setiap bulan untuk membayar sewa rumah kontrakan. Jika harus membanding-bandingkan, ternyata pak Harto yang dalam 3 dekade berkuasa, tak disukai banyak orang karena bertindak represif, namun beliau lebih memperhatikan para guru yang nota bene ujung tombak pendidikan; artinya secara tidak langsung pak Harto lebih peduli pendidikan daripada para presiden sesudahnya.

Seingat saya dulu di era Orba, tak ada para guru yang turun ke jalan untuk berunjuk rasa karena menuntut hak-hak mereka. Para guru di era Orba bahkan lebih memiliki wibawa di depan murid-muridnya. Saya jadi merindukan suasana di era Orba, sayangnya waktu tak pernah kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline