Sejak 2008 lalu saya direkrut oleh seorang kontributor dari sebuah stasiun televisi berita paling terkemuka di negeri ini. Oleh kontributor wilayah Kalsel itu, saya ditempatkan di 2 wilayah kabupaten; daerah dimana kini saya bertempat tinggal, dan kabupaten tetangga dimana saya dilahirkan.
Penempatan saya oleh Kontributor tersebut , sebagai seorang Stringer, atau lebih tepatnya Report Stringer yang bertugas mencari dan membuat berita untuk televisi; merangkap sekaligus sebagai reporter, kameraman, dan mengedit gambar dinamis (video) sebelum dikirimkan melalui channe; streaming ke file yang sudah disediakan oleh stasiun televisi tersebut sebagai tujuan.
Selama ini saya tak mendapatkan bayaran dari hasil kerja saya tersebut. Peralatan yang saya pergunakan pun berupa handycam (camcorder) saya beli dari dari uang pribadi saya sendiri. Dalam bekerja saya tak diperlengkapi dengan ID Card maupun surat tugas seperti halnya seorang jurnalis mainstream. Hanya saja oleh Kontributor yang merekrut saya itu, saya diperbolehkan menggunakan atribut dari stasiun televisi tersebut; kemeja kerja, rompi dan ransel yang berlogo stasiun televisi.
Saya pikir status saya ini tak lebih dari seorang citizen journalist, bedanya saya cuma diperbolehkan menggunakan atribut, itupun saya sangsi apakah diperbolehkannya saya menggunakan atribut itu diketahui oleh para petinggi stasiun televisi itu di Jakrta, atau cuma sepengetahuan Kontributor yang bersangkutan saja.
Mulanya saya sangat antusias dan bangga dapat menggunakan atribut dari stasiun televisi yang sangat terkenal itu. Lama kelamaan saya jadi malu sendiri mengingat status yang tidak jelas. Dan saya pikir lagi, saya ini seperti seorang anak haram yang belum tentu mendapat pengakuan sebagai anak dari stasiun televisi itu. Padahal selama kurun waktu yang cukup lama itu, sudah cukup banyak berita yang lahir dari tangan saya.
Untunglah, selain menjadi Stringer yang belum jelas statusnya itu, saya bekerja sebagai seorang jurnalis pada media cetak yang menerbitkan majalah. Sehingga keberadaan saya selaku seorang jurnalis diakui oleh banyak kalangan di daerah saya. Memang keberadaan saya sebelumnya sebelum direkrut sebagai seorang Stringer, adalah seorang jurnalis yang bekerja di media cetak, dan profesi saya ini masih terus saya pegang hingga kini.
Dengan status saya sebagai seorang jurnalis media cetak inilah saya dapat menghasilkan duit, bukan dari status saya sebagai seorang Stringer. Sebagai seorang Stringer, yang saya dapatkan cuma pengalaman menjadi seorang pekerja televisi, selebihnya kepuasan bathin jika berita saya muncul di televisi, itupun bukan nama saya yang disebut dibalik pembuatan berita tersebut.
Nasib dan kondisi seperti saya ini, bukan tak mungkin juga dialami oleh para Stringer lainnya yang berada dibalik pembuatan berita di berbagai stasiun televisi di negeri ini. Sibuk mengejar pemberitaan dengan menenteng kamera, memakai atribut stasiun televisi, padahal statusnya tidak jelas.
Ironis dan tragis, di tengah-tengah semarak dan majunya industri pertelevisian di negeri yang mengeruk banyak rupiah dari hasil kegiatannya setiap hari, masih ada orang-orang seperti saya dan para rekan sesama Stringer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H