Lihat ke Halaman Asli

Sajak Sepiring Roti Kesedihan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepotong roti kesedihan di piring kecil atas meja tersaji di awal pagi yang mulai gaduh tak ada tabur butiran meses luka hanya sedikir teroles margarin sepi dan selai sunyi.

Januari tak menjanjikan secangkir kopi yang manis bekas bibirmu,  karena senja terburu-buru pergi.  Segelas waktu beraroma hujan segera kuhabiskan.  Ini tentang sunyi yang tak kunjung selesai.

Kalau saja derai detik tak mengalir lebih cepat aku ingin lebih lama lagi tinggal dalam ingatan kita yang kusebut kenang bergemuruh riuh di antara degup jantungku.

Mengeja wajah hujan di beranda depan tersisa gigil  yang terselip di antara dedaunan.  Kau dan sepotong senja yang yang pernah kita nikmati bersama derit pintu dan kaca jendela.

Mendung masuh saja murung, gemuruh mengumpulkan  air mata yang sebentar lagi akan berjatuhan, berkejaran menunggu kupeluk. Ajari aku memeluk hujan agar luruh segala kepedihan. hidup serupa menunggu dan kehilangan. Aajari aku lebih tabah dari Januari yang selalu karib dengan genangan ingatan.

Langit atau awan? Sunyi atau sepi? Jendela kaca atau derit pintu? Kaca atau cermin? Senja atau petang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline