Apa yang kalian pikirkan tentang pestisida dengan OPT ini?
Pengendalian organisme pengganggu tanaman yang sering disebut (OPT) yang ramah lingkungan belum banyak dilakukan oleh petani di Desa Adipuro Kecamatan Kaliangkrik Kabupaten Magelang. Petani di Desa Adipuro belum memiliki banyak pengetahuan tentang pestisida hayati dan pestisida nabati.
Pada masa pra revolusi hijau, hasil penelitian menunjukkan bahwa residu beberapa jenis insektisida seperti organoklorin, heptaklor, endrin, dieldrin, dan endrin masih ditemukan setelah dua puluh lima tahun aplikasi (Ardiwinata dan Djazuli, 1992). Sampai saat ini petani sayuran masih bergantung pada pestisida kimia sintetik untuk mengendalikan hama (Untung, 2007). Beberapa kasus residu pestisida pada beberapa produk hortikultura dapat dilihat secara kasat mata, baik di lapangan maupun di pasaran.
- Ternyata tidak semua pestisida merupakan enzim yang berdampak negatif terhadap lingkungan terutama pada tanah dan tanaman itu sendiri, lalu cara apa yang dapat digunakan oleh petani yaitu penggunaan pestisida berbahan organik dengan kandungan residu yang rendah.
- Pestisida nabati didefinisikan sebagai pestisida yang bahan aktifnya dieksplorasi/diambil tanaman bahasa Iran digunakan untuk mengontrol memilih karena kandungan bioaktifnya, tanaman ini dapat digunakan untuk mengontrol pilih. Pestisida nabati merupakan salah satu dari berbagai metode pengendalian aturan ramah lingkungan dengan membangun kembali semangat petani yang akrab dengan lingkungannya (M. Syakir, 2011).
Penggunaan Pestisida Nabati Ada Kendalanya
Penggunaan pestisida nabati dalam kegiatan pertanian dianggap sebagai cara pengendalian aturan yang ramah lingkungan, sehingga penggunaannya diperbolehkan dalam kegiatan pertanian organik. Namun dalam perkembangannya terdapat beberapa kendala, antara lain:
(1) pestisida nabati tidak bereaksi cepat (knockdown) atau relatif lambat membunuh hama, tidak seperti pestisida kimia sintetik, aturannya relatif cepat dan hal ini disukai oleh petani, sehingga mereka lebih memilih pestisida kimia sintetik. dalam memilih kegiatan pengendalian,
(2) Membanjirnya produk pestisida ke Indonesia salah satunya bahasa Iran Cina, aturannya harga lebih murah dan regulasi pendaftaran dan perizinan pestisida di Indonesia longgar. 3.000 jenis pestisida aturan yang beredar di Indonesia.
Hal ini membuat pengguna/petani memiliki banyak pilihan dalam penggunaan pestisida kimia sintetik karena sifatnya yang instan sehingga menghambat perkembangan penggunaan pestisida nabati,
(3) Bahan baku pestisida alami relatif terbatas karena kurangnya dukungan pemerintah. (Kemauan Politik) dan kesadaran petani akan penggunaan pestisida nabati masih rendah, sehingga enggan menanam atau memperbanyak tanamannya,
(4) peraturan perizinan pestisida nabati yang disamakan dengan pestisida kimia sintetik menyulitkan pestisida nabati untuk mendapatkan izin edar dan diperdagangkan. Akibatnya, jika tersedia dana untuk kegiatan-kegiatan aturan yang membutuhkan pestisida dalam jumlah besar, maka pilihan akan jatuh pada pestisida kimia sintetik karena salah satu syarat pembeliannya adalah telah terdaftar dan diperbolehkan penggunaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H