Waktu bapak sebagai pemimpin negeri ini sudah usai. Jangan takut nama bapak akan terhapus dari sejarah. Orang akan tetap mengingat bapak sebagai Presiden Republik Indonesia ke-6, yang diberi amanah menjabat hingga 2 periode. Jangan khawatir nama bapak tidak tercantum dalam buku sejarah, karena wajah bapak sudah terpampang di dinding sekolah dan kantor-kantor pemerintahan selama 10 tahun. Bapak akan selalu lekat dalam ingatan kami, rakyat Indonesia. Meski masa kepemimpinan bapak dihiasi banyak skandal dan kasus korupsi yang dilakukan kader partai yang bapak pimpin, bapak tetap mantan pemimpin nomor 1 di negeri ini.
Percayalah, Pak, kami tidak akan lupa betapa skandal korupsi Century yang menyeret banyak pihak itu terjadi di era kepemimpinan bapak. Skandal yang merugikan keuangan Negara akibat aksi heroik penyelamatan Bank Century itu tidak sampai menyeret Bapak, meski ada dugaan keterlibatan bapak. Biarlah Robert Tantular, pemilik Bank Century, yang mendekam di penjara selama 19 tahun ya, Pak.
Belum lagi kasus mangkraknya pembangunan proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor Jawa Barat. Proyek yang dibangun di masa Bapak berkuasa itu menguras keuangan Negara hingga 2,7 triliun. Hasilnya, nol besar. Tidak apa-apa ya, pak. Toh, yang dipakai bukan uang bapak. Yang harus meringkuk di tahanan pun bawahan bapak seperti dua bersaudara Andi dan Choel Mallarangeng. Meskipun lagi-lagi, bapak terindikasi terlibat. Tapi kan itu baru dugaan, belum ada bukti konkritnya ya, Pak. Jadi, bapak tenang saja lah, biar saja Anas Urbaningrum berkoar, toh saat ini dia menikmati hotel prodeo. Bapak bolehlah bernafas lega.
Dua skandal itu tetap tidak akan menghapus jejak kepemimpinan bapak. Karena kami sadar bahwa tiap pemimpin memiliki sejarah masing-masing, baik dan buruk. Negara ini bukan Kostarika yang “kurang ajar” memenjarakan mantan Presidennya, Rafael Calderon, selama 5 tahun pada tahun 2009 karena korupsi. Negara ini juga bukan Chili yang “tega-teganya” memenjarakan Alberto Fujimori, Presiden era 1990 – 2010, karena terbukti menyelewengkan keuangan Negara. Atau seperti Taiwan, yang menjebloskan mantan Presiden Chen Sui Bian dan Ibu Negara Wu Shu Chen selama 28,5 tahun penjara akibat tersangkut 2 kasus korupsi di tahun 2012. Tiga negara itu begitu “kurang ajar” tega memenjarakan mantan pemimpin tertinggi. Jangan khawatir, Pak, disini Negara yang tahu balas budi. Jasa bapak akan kami kenang.
Jadi tidak perlu lah bapak memeras otak memikirkan cara lolos dari jeratan hukum karena hingga saat ini belum ada indikasi ada ruang penjara yang disiapkan untuk bapak. Gunakanlah waktu pensiun bapak ini untuk bercanda ria dengan tiga cucu bapak yang unyu-unyu. Puas-puaskanlah menjadi obyek foto Ibu Anik yang selalu menggambarkan keluarga bapak sebagai keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Jangan lupa terus mengasah bakat seni bapak yang luar biasa, saya baru sadar kalau sepanjang memimpin negeri, bapak tidak lupa menyalurkan bakat seni. Bapak adalah presiden pertama yang mampu membuat puluhan lagu.
Jadi Pak, istirahatkanlah tubuh dan otak bapak. Cukuplah masa-masa bapak berpikir keras untuk negeri ini. Tidak perlu juga bapak repot memikirkan untuk mempertahankan dinasti Yudhoyono di negeri ini. Kasihan kan, Mas Agus, jadi harus melepaskan karir militernya yang kinclong agar dinasti bapak terus bertahta. Sudah sunnatullah jika setiap orang memiliki waktu masing-masing. Tiap pemimpin memiliki era tersendiri.
Sekarang adalah waktu bagi Pak Jokowi untuk berbakti. Tolong tidak perlu direcoki dengan berbagai keluhan seolah-olah dizalimi. Biarlah Pak Jokowi menjalankan masa baktinya sepenuh hati. Meneruskan pekerjaan yang terbengkalai di masa bapak memimpin. Negarawan sejati akan melapangkan jalan bagi penerusnya untuk bekerja dengan maksimal, tanpa perlu ada drama disana-sini. Kami percaya, bapak negarawan sejati, yang sudah ikhlas melepas negeri ini untuk dikelola Pak Jokowi. Dukunglah Pak Jokowi untuk berbakti bagi pertiwi dan tidak perlu membuat babak demi babak sandiwara untuk mengundang simpati. Karena kami punya akal untuk mengetahui siapa yang benar-benar tulus bekerja untuk negeri.
Ohya, mungkin ini juga waktu bagi bapak untuk kembali mengurus partai kebanggaan bapak, Demokrat. Itu kalau memang bapak bermaksud mencari kesibukan lain. Daripada sibuk mencari-cari siapa yang menyadap komunikasi, lebih baik curahkan energi untuk membina kader partai yang anti korupsi. Sekali lagi, ANTI KORUPSI, ya pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H