Lihat ke Halaman Asli

Akil Mochtar Vs Tuyul

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di Indonesia memang merupakan tradisi yang sudah melembaga.Meskipun lembaga tersebut tanpa nama,tapi setengah dilegalkan.Fakta membeberkan secara tuntas,bahwa para pemegang otoritas dari daerah sampai pusat yang seharusnya menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya,dalam arti bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi tugasnya,tidak sedikit yang berfoya-foya menggunakan uang negara tanpa terbebani moral.Mereka sama sekali tidak pernah memikirkan nasib rakyat yang membutuhkan kesejahteraan hidup.Budaya korupsi sudah berkomplikasi di tubuh para pejabat yang lemah mental dan tidak bermoral.

Kemunafikan sudah menguasai jiwa mereka.Hampir semua pejabat sebelum duduk di singgasana,getol mengkampanyekan dirinya yang akan mensejahterakan nasib rakyat,memberantas korupsi,dan janji-janji manis lainnya.Menariknya,diterima baik oleh masyarakat.Yupz,money politic adalah sebagian dari politik mereka.Sedangkan politik merupakan kendaraan andalan untuk menarik simpatisan.Para simpatisan,dibayar.

Akil Mochtar merupakan koruptor yang ke sekian kalinya yang tertangkap.Dengan tertangkapnya Akil Mochtar sebagai tersangka,sangat menggemparkan publik.Bagaimana tidak ? Seorang Akil Mochtar yang menjabat sebagai ketua MK,bisa memiliki moral seperti tuyul.Disini tidak bisa dikatakan,"Ah,namanya juga manusia." Tapi dilihat dulu tanggung jawabnya itu apa.Hmm....sangat memalukan.

Dan, menurut pendapat saya pribadi, sangat memaklumi seorang Akil Mochtar sebagai ketua MK bermoral seperti tuyul.Jabatan tinggal jabatan.Itu hanya sebagai lebel.Uang itu enak.Jadi,tanggung jawab itu tidak penting.Yang paling penting adalah meraup uang sebanyak-banyaknya.Karena "hukum" bukan menjadi momok yang menakutkan bagi para pejabat yang korup.Istilah penjara hanya sebatas simbol.Faktanya,hidup didalam penjara tidak seperti apa yang dibayangkan oleh publik.Mereka diperlakukan special,dengan ruang tahanan bak hotel berbintang.Belum lagi,harta hasil korupsi tetap utuh.Kalaupun toh disita,hanya sebagian.Bagaimana para koruptor menjadi jera ? Yang jelas,patah tumbuh hilang berganti.

Lalu kapan ultimum remedium (senjata pamungkas) diberlakukan? Sedangkan senjata pamungkas ada di tangan Hakim.Beranikah seorang Hakim menjatuhkan vonis terhadap sang koruptor untuk menyita semua harta hasil korupsinya atau menjatuhkan vonis mati ?

Aku rasa, jika tidak ada hukum yang memberatkan bagi para koruptor,semakin lama Indonesia dikuasai oleh para koruptor.Dan, predikat Indonesia sebagai negara hukum,tidak berlaku lagi.Lebih pas mendapat predikat,sarang penyamun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline