Saya terlahir sekitar 50 tahun yang lalu di sebuah kampung yang terletak di Selatan Bandung. Kampung yang menjadi tempat di mana aku dilahirkan dan dibesarkan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuaku.
Masih teringat jelas semua kenangan indah di masa lalu. Aktivitasku di kampung Cigebar setiap harinya hampir selalu sama namun saya tidak pernah merasa bosan. Biasanya pukul empat pagi Ayahku sudah membangunkanku dari nyenyaknya tidur untuk segera menunaikan ibadah subuh.
Kami memiliki mushola di rumah, biasanya kami melakukan sholat berjamaah bersama Ibu, nenek, Adik - adikku dan beberapa tetanggaku. Sehabis menunaikan subuh kuping ini tidaklah asing mendengarkan suara lantunan Alquran yang dibacakan oleh Nenek dan Ayahku di Mushola. Sementara Ibuku biasanya sibuk menyiapkan sarapan untuk kami sebelum berangkat sekolah.
Kampung kami di waktu pagi suhu terendahnya bisa mencapai 19 derajat celcius. Suhu yang mampu membuat semua orang menggigil. Jam 6:15 biasanya aku mulai berangkat ke Sekolah. Saya sekolah di SDN CIGEBAR 1. Selama perjalanan ke Sekolah kiri -- kananku dipenuhi hamparan sawah yang hijau. Banyak aktivitas para petani yang terpantau di sana. Ada yang menanam padi atau menggarap sawah dengan cara membajak sawah menggunakan alat pacu kerbau.
Kadang diwaktu sepagi itu, jarak pandang kurang terlihat jelas karena Desa kami tak jarang diselimuti embun yang tebal.
Itulah sedikit gambaran Kampungku sekitar 40 tahun yang lalu. Namun kini, sawah - sawah telah berubah menjadi bangunan - bangunan rumah. Tak lagi kujumpai kerbau ditengah sawah. Dan, yang jarang kutemui lagi adalah embun tebal yang menyelimuti dinginnya pagi.
OH... kampung halamanku waktu itu... aku merindukanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H