“Berjanjilah,Nak. Berjanjilah untuk tak lagi merindukannya.”
***
Kinara menarik napas panjang, sesaat setelah tiba di depan pintu rumahnya. Wajah yang sebelumnya bertekuk diubahnya menjadi lebih ceria dan bersinar. Tak lama ia pun mengucap salam sebelum kemudian membuka pintu.
“Kinara, kamukah itu, Nak?” Sebuah suara lembut dari arah belakang terdengar.
“Iya, Bu. Ini Kinara.” Jawab Kinara. Tak lama ia pun menghampiri ibunya. Wanita itu tampak tengah disibukkan dengan adonan kue di atas meja.“Kok siang-siang bikin kue, Bu?”
“Iya, nih. Pesenan dadakan Bu RT. Nanti malam di rumahnya mau kedatangan saudara dari luar kota.” Jelas Ibu. “Cepat sekali belajar kelompoknya? Sudah selesai memangnya?”
Eh?
“I—iya, Bu. Ke—kelompokku pintar-pintar sih. Jadi cepat selesainya.”
“Oh,” Ibu manggut-manggut. “Ya udah sana ganti baju terus makan! Nanti kalau kuenya sudah selesai, kamu bisa antar kan?”
“Iya, Bu.” Jawab Kinara pendek sambil bernafas lega.
“Bagus.” Ibu mengangguk dan tersenyum. “Makasih ya,”