Baru beberapa langkah keluar kos, aku berdecak gusar. Seorang wanita tua tampak tengah memunguti sampah-sampah yang berserakan di sekitar pintu gerbang kosan. Wanita yang menurutku menyebalkan. Alih-alih bersikap ramah atau menyapanya, aku justru membuang muka.
Ck, memang dia aja yang bisa sombong!
Baru beberapa hari ini aku pindah kos. Jarak kos lama terlampau jauh dari kampus, membuatku memutuskan mencari kos yang lebih dekat. Beruntung memang, aku mendapatkan kos yang sesuai keinginan. Dekat dan nyaman. Apalagi penghuni kosnya pun baik-baik, membuatku semakin betah. Tapi sayang tak semua sebaik yang kukira.
Entah siapa namanya, aku tak tahu. Kinan, penghuni sebelah kamarku hanya mengatakan wanita tua itu adalah tukang sampah yang bertugas membereskan sampah-sampah di kosanku. Tak hanya kosanku, terdapat beberapa lagi kosan yang memang menjadi bagiannya.
Sejak kecil aku diajarkan untuk bersikap baik pada sesama. Apalagi diriku sekarang ini merupakan penghuni baru. Jadi memang sudah seharusnya aku lah yang bersikap ramah dengan menyapa orang lain terlebih dahulu. Sayangnya keramahanku tak berbalas pada wanita tua itu. Berulang kali aku tersenyum dan menegurnya, tak pernah sekalipun ia membalasnya. Jangankan tersenyum balik, memandangku saja tak pernah. Kalau begini siapa tidak jengkel coba.
Ck, cuma tukang sampah aja sombongnya selangit, huh!
“Di jalan dilarang ngelamun, Na!”
Aku terhenyak. Mbak Tari, salah seorang penghuni kos sudah berada di sampingku. Dahiku berkerut karena tak menyadari kehadirannya.
“Eh, Mbak ini bikin kaget aja nih!”
Mbak Tari tersenyum. “Lagian lo juga sih, ngelamun di jalan. Ngelamunin apa sih?”
“Kepo ih, Mbak.” ujarku nyengir.