Lihat ke Halaman Asli

Filosofi Tatali Paranti Karuhun sebagai Langkah Mitigasi Bencana Masyarakat Kasepuhan

Diperbarui: 10 Januari 2024   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pexels.com

Nyanghulu  ka  hukum  nyanghunjar  ka  nagara  mufakat  kudu  sararea,  merupakan salah  satu  ungkapan  yang  menjadi  pedoman dalam menjalani  kehidupan  masyarakat Kasepuhan. Ungkapan tersebut memiliki arti bahwa menjunjung tinggi hukum adat, negara, dan agama adalah sebuah kewajiban juga sebagai warga negara harus melaksanakan hak dan kewajibannya apabila terdapat perbedaan harus dilakukan musyawarah bagi seluruh warga kasepuhan.  Dari  makna  yang  terkandung  dalam  ungkapan  tersebut  menandakan bahwa masyarakat  kasepuhan  sangat  menjunjung  tinggi  aturan  berupa  adat  yang  berlaku  juga mereka senantiasa patuh pada aturan di negara ini.

Masyarakat Kasepuhan bertempat tinggal di desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten  Sukabumi.  Beberapa  kasepuhan  yang ada  di  tempat  tersebut  diantaranya Kasepuhan  Ciptagelar,  Kasepuhan  Sinaresmi,  dan  Kasepuhan  Ciptamulya.  Tradisi  dan pandangan  hidup  yang  sudah  diyakini  oleh  masyarakat  selama  bertahun-tahun  dan  juga secara  turun  temurun  telah  tertanam dalam  setiap  jiwa  Masyarakat  Kasepuhan.  Mereka memiliki tanggung jawab untuk menanamkan terkait aturan adat ini kepada setiap anak cucu mereka sehingga aturan-aturan adat bisa tetap lestari.

Masyarakat  Kasepuhan  memiliki  aturan  adat  yang  jumlahnya  sangat  banyak, terutama mengenai aturan untuk menjaga kelestarian alam tempat tinggal mereka. Pedoman yang dijadikan kehidupan adat di kasepuhan tersebut dikenal sebagai tatali paranti karuhun. Warga Kasepuhan mempunyai keyakinan bahwa seseorang yang ingin sukses hidupnya atau  bahagia,  ia  harus  dapat  mencapai  satu kesatuan  hidup  atau  rasa   manunggal,  yakni menyatukan alam makrokosmos dengan mikrokosmos.

Apabila dilihat dari sudut pandang kebencanaan hal ini bisa menjadi langkah mitigasi yang  dilakukan  oleh  masyarakat  untuk menghindari  dampak  bencana  yang  terlalu  besar. Melansir dari riset yang dilakukan oleh (Hermanto, 2012) beberapa aturan adat yang dimiliki masyarakat Kasepuhan untuk menjaga tempat tinggal mereka diantaranya sebagai berikut:

Ngereut jeung neundeun keur jaga ning isuk
Filosofi ini memiliki arti bahwa masyarakat kasepuhan harus bisa menyisihkan sesuatu untuk di hari depan. Masyarakat Kasepuhan tidak diajarkan untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan.  Hal  ini  bisa  menjadi  langkah  mitigasi  bencana  untuk menghindari  masalah lingkungan yang kerap sering dilakukan di masa kini yaitu food waste (membuang makanan yang  masih  layak konsumsi)  guna  menghindari  bencana   kelaparan  di  masa  yang  akan datang.  Leuit  atau  lumbung  padi  adalah  sarana  yang dipakai  oleh  masyarakat  Kasepuhan untuk  menyimpan  tabungan  padi  hasil  panen  mereka  agar  mereka  bisa  tetap  hidup
berkecukupan di masa yang akan datang.


Mipit kudu amit ngala kudu menta
Filosofi  ini  memiliki  arti  bahwa  masyarakat  Kasepuhan  setiap  akan  menanam  dan memetik  sesuatu  harus  meminta  izin terlebih  dahulu  terhadap  Tuhan.  Ketaatan  mereka kepada  Tuhan  menjadi  bukti  bahwa  mereka  senantiasa  menjaga  alam  ketika hendak menanam sesuatu, mereka tidak membuka lahan secara liar guna tetap menjaga kelestarian. Seperti  contohnya  untuk prosesi  sistem  pertanian  sawah  dan  ladang  (huma)  masyarakat Kasepuhan  memiliki  serangkaian  ritual  yang  dalam pelaksanaannya  disesuaikan  dengan tanggal kalender Hijriyah (Suidat, dkk 2021).

Selain  beberapa  aturan  adat  yang  disebutkan  diatas  masyarakat  Kasepuhan  juga memanfaatkan teknologi lokal untuk mengkaji kondisi geografi di lingkungan tempat tinggal mereka.  Salah  satu  teknologi  yang  mereka  gunakan  adalah  sengkedan  (terasering) dan reboisasi yang dilakukan guna menahan banjir, erosi dan longsor.  Kearifan  lokal  yang  ada  di  masyarakat  Kasepuhan  sangat memerhatikan  faktor geografis karena mereka sangat menjaga kelestarian tempat tinggal saat ini. Para tetua adat di  kampung tersebut  sangat  menekankan  agar  setiap  anggota  masyarakat  yang  memiliki keturunan harus mengajarkan  kepada generasi selanjutnya agar menjaga alam agar bisa terus merasakan manfaatnya.

Referensi:

Hermanto,  Pasya,  G,  K.  AlMuchtar,S.,  Sumaatmadja,  N.  (2012).  Filosofi  Hidup  Sebagai Basis  Kearifan  Lokal  (Studi  pada Kesatuan  Masyarakat  Adat  kasepuhan  banten  Kidul). Jurnal Pendidikan Geografi. Vol 12 (1).
Suidat,  Winarsih,  D.,  Said,  A,  R.  (2021).  Sistem  Religi  dan  Kepercayaan  Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Cisolok Sukabumi. Jurnal Citizenship Virtues. Vol 1(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline