Lihat ke Halaman Asli

Konsumsi dalam Islam

Diperbarui: 8 Oktober 2016   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Pengertian konsumsi dalam ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan atau kesejahteraan di dunia maupun akhirat.

Seperti pengertian di atas konsumsi pada hahikatnya adalah mengeluakan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau kemewahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh manusia dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Seorang muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang sama banyak dengan pendapatan, sehingga pendapatannya habis. Karena seorang muslim mempunyai kebutuhan jangka pendek yaitu dunia dan jangka panjang untuk akhirat.

Dalam sebuah hadits riyawat Nasa’i di jelaskan konsumsi dalam Islam sebagai berikut

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَة  (رَوَاهُ النَّسَاِئي)[1]

Artinya: dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rasul SAW bersabda: “makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong.” (HR. Nasa’i)

Dalam hadist di atas Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk tidak berlebihan atau melampaui batas dalam hal konsumsi. Kita diperintahkan untuk tidak makan dan minum secara berlebihan dan berpakaian secara berlebihan sehingga memperlihatkan unsur kemewahannya. Sikap berlebih-lebihan sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung mengikuti hawa nafsu. Konsumsi atau permintaan harus dihentikan setelah kebutuhan dunia sudah terpenuhi, karena masih ada keperluan akhirat yang harus dibayarkan, yaitu zakat. Islam juga menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efisien dan efektif baik secara individu maupun sosial. 

Dalam al-Qur’an juga sudah dijelaskan tentang perilaku konsumen yaitu dalam surat Al-Maidah ayat 87-88  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Dalam ekonomi Islam semua aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan merupakan ibadah, termasuk konsumsi. Maka dalam kegiatan konsumsi ini harus dilakukan pada barang yang halal dan baik dengan cara berhemat, berinfak serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah.

Ada beberapa karakteristik konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam, diantarnya adalah :

  • Konsumsi bukanlah aktivitas tanpa batas, melainkan juga terbatasi oleh sifat kehalalan dan keharaman yang telah digariskan oleh syara.
  • Konsumen yang rasional senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun rohaninya.

Cara seperti ini dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup yang memang menuntut keseimbangan kerja dari seluruh potensi yang ada, mengingat terdapat sisi lain yang di luar sisi ekonomi yang butuh untuk berkembang juga. Ajaran islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan manusia agar membelanjakan harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan tidak juga pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah kepada kebakhilan. Manusia dianjurkan untuk bersifat moderat dalam pengeluran sehingga tidak mengurangi kekayaan dan tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline