Lihat ke Halaman Asli

Dua Jempol untuk Ummat Muslim Medan

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yupss.. ungkapan itu pas untuk para umat muslim di Medan. Bayangkan aja, hanya sedikit warung makan yang menolak tutup di bulan Ramadhan, selainnya masih beroperasi itu berbeda sekali dengan kota Pekanbaru saat saya tinggal disana. Umumnya warung yang buka adalah warung kecil, restoran tetap buka tetapi mereka menolak menyajikan di tempat. Dan jangan katakan kalau warung yang buka itu pasti warung khas Batak, tentu saja bukan. Hampir semua warung; dari warung Minang, Aceh, Melayu sampai warung-warung gorengan atau pun cemilan yang mayoritas beragama Muslim tetap berjualan.

Memang kota Medan adalah kota multicultural, dengan suku dan ras serta agama yang sangat berbeda. Dan uniknya tak sekalipun saya mendengar tawuran antar warga karena perbedaaan,  semua menyatu menjadi satu. Dan rasa persaudaraan itu semakin terasa saat di bulan Ramadhan ini. Kenapa?

Saya seorang Kristiani, beberapa hari lalu diajak berkunjung ke rumah klien teman saya. Yang kami kunjungi awalnya bersikap biasa saja, tapi tak berapa lama dia bertanya  “puasa kah?”. Tentu saya yang polos menggeleng, dan menit berikutnya kami sudah di suguhi air minum. Dan jujur saja yang begini justru membuat saya merasa gak enak karena saya harus minum di depan orang yang berpuasa. Berkali-kali si klien teman saya mempersilahkan minum, maka berkali-kali pula kami tersenyum dan mengucapkan terimakasih, dan karena air yang disuguhkan adalah air kemasan maka saya memilih untuk tidak menyentuhnya dengan alasan saya di rumah orang yang berpuasa.

Kejadian berikutnya, kita kelaparan sehabis belanja di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota. Ada  warung Pak Haji dengan pelayan berjilbab berpenampilan segar yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan. Awalnya saya hanya bermaksud melongok ke dalam, tetapi pelayannya yang ramah mempersilahkan masuk ke dalam warungnya.

Di sinilah letak persaudaraan itu, umat Muslim kota Medan tahu kita yang beragama Kristiani perlu makan. Warga Muslim Medan tahu kalau kota medan tidak hanya dihuni umat Muslim tapi banyak kultur. Dan rasanya tidak berdosa kalau toh warung mereka masih buka di bulan Ramadhan, itu justru menambah rejeki mereka dan berpahala karena orang tidak perlu kesusahan mencari makan. Mereka siap sedia melayani saat para umat lain sedang tidak berpuasa. Bahkan si bapak Haji yang empunya warung duduk di depan kami, sambil mengajak ngobrol. Iseng saya bertanya, “Bapak puasa kan?” Pak Haji tertawa sambil menjawab “Puasa lah, gak apa-apa yang begini justru bagus buat kita” nampaknya pak haji tau juga isi kepala saya J

Maka saya setuju bahwa di bulan Ramadhan ini, semua umat harus saling bertoleransi satu sama lain tanpa harus menuntut umat lain harus menghargai umat yang satu atau umat yang satu harus memaklumi umat lain. Selamat berpuasa

Medan, 23 Juni 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline