Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keunikannya, salah satunya yaitu budaya yang dimiliki, budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, kebudayaan ada dalam masyarakat dan muncul dari pengalaman hidup sehari-hari individu dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Kita dapat melihat bahwa budaya memiliki jenis adat istiadat dan ritual tradisional yang berbeda-beda setiap daerahnya dan negara Indonesia merupakan salah satu dari negara yang memiliki keberagaman etnis dan budaya. Masing-masing dari suku di Indonesia memiliki budaya yang berbeda dan memiliki keunikannya masing masing, oleh sebab itu budaya berguna sebagai suatu ciri khas atau lambing sudah daerah yang patut dihargai.
Batak adalah suku yang ada di Sumatera Utara Indonesia, yang didalamnya memiliki berbagai macam sub suku, marga dan budaya yaitu untuk mempersatu dan mengenali sesama budaya suku Batak. Batak terdiri dari 5 suku lainnya seperti Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Toba dan Batak Pakpak-Angkola. Kelima suku atau etnis tersebut memiliki adat, kebiasaan, tradisi dan budaya yang berbeda-beda, walaupun demikian sub-suku tersebut tetap menjadi satu dalam satu suku besar yaitu suku Batak.
Tradisi Mangongkal Holi merupakan salah satu tradisi unik masyarakat Batak Toba. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia "Mangongkal" yaitu menggali, "Holi" yaitu tulang-belulang, merupakan cara untuk menghormati leluhur dan orang tua, dan adalah cara untuk meninggikan harkat dan martabat suatu marga atau keluarga. Selain itu, Mangongkal Holi juga merupakan budaya yang terkenal dengan tradisi komunalnya yaitu membawa tulang belulang nenek moyang yang kemudian dikumpulkan di sebuah situs bernama Tugu.
Tradisi "Mangongkal Holi" dulunya berasal dari kultur Batak pra-Kristen yang menganggap hal itu perlu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur dengan meninggikan posisi tulang-belulang di atas tanah, khususnya di bukit yang tinggi dengan batu yang keras. Dimula adanya mimpi leluhur yang datang pada pihak keluarga meminta untuk memindahkan serta menjadikan satu tulang-belulang yang terkumpul ke tempat yang lebih baik dari tempat makam sebelumnya. Upacara Mangongkal Holi, ini memiliki proses panjang mulai dari penggalian hingga pada proses pesta yang membutuhkan waktu sangat panjang hingga ber hari-hari lamanya. Lamanya proses penggalian sampai acara pemestaan maka akan tenjalin kembali sistem kekerabatan dari generasi yang tertua sampai termuda. Upacara Mangongkal Holi ini bertujuan untuk mendapatkan Hagabean, Hasangapan dan Hamoraon (panjang umur, kehormatan, dan kekayaan). Masyarakat Batak percaya bahwa leluhurnya diangkat ke tempat yang lebih tinggi maka leluhur tersebut akan semakin dekat dengan Tuhan.
Upacara adat atau ritual mangongkal holi tidak terlepas dari musik. Bagi masyarakat Batak Toba, musik merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam adat istiadat mereka, karena hampir semua upacara adat Batak Toba dilengkapi dengan musik. Pada upacara mangongkal holi, alat musik yang digunain adalah gondang, bagi masyarakat Batak Toba, gondang memegang peranan yang sangat penting. Bisa dikatakan tidak ada upacara, baik adat maupun keagamaan, yang tidak melibatkan gondang. Hal ini tercermin dalam filosofi tradisional masyarakat Batak Toba yang menyatakan bahwa gondang adalah "alat utama" untuk menjalin hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta segalanya (Debata mulajadi na bolon). Konteks tersebut adalah ritual keagamaan dimana gondang digunakan sebagai sarana komunikasi antara manusia dengan Sang Pencipta, sehingga musik apa pun yang dihadirkan atau dimainkan merupakan bentuk persembahan, pujian, dan doa.
Ada dua jenis ansambel musik dalam masyarakat Batak Toba Gondang Hasapi dan Gondang Sabangunan, kedua ansambel ini selalu menjadi bagian dari ritual dan kegiatan ritual adat masyarakat Batak Toba. Namun yang digunakan dalam ritual adat Mangongkal Holi adalah gondang sabangungan, gondang sabangunan adalah orkes Batak Toba yang lengkat terdiri dari seperangkat instrumen yang disebut juga Ogung Sabangunan (Seperangkat Gondang) yakni Taganing, yaitu lima buah gendang yang terdiri dari odap-odap, paidua odap, painonga, paidua ting-ting, dan ting-ting dan berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variabel dalam beberapa lagu. Ogung (gong), yaitu empat buah gong yang diberi nama oloan, ihutan, doal dan panggora. Setiap ogung mempunyai ritem yang sudah konstan. Odap, yaitu gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Hesek, adalah instrument pembawa tempo atau ketukan dasar yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Terdapat perbedaan fungsi instrumen Taganing dengan instrumen lainnya. Jadi, dari segi teknis, instrumen Taganing bertanggung jawab untuk menguasai repertoar, dan, bersama-sama dengan sarone, memainkan melodi. Meski tidak semua Reportoar berperan sebagai penyampai melodi, namun taganing dari seluruh sajian Gondang berperan sebagai "Pengaba" atau "Drigen" (pemain grup Gondang), mengikuti isyarat ritmis, seluruh anggota grup memberikan semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H