Lihat ke Halaman Asli

Imanuel Tri

Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

Lolos Mudik

Diperbarui: 23 Mei 2020   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://ainisaid.blogspot.com


Menjelang malam Lebaran. Rumah di pojok desa, dekat persawahan itu ramai. Ya, tiba-tiba ramai! Beberapa orang tampak merapikan teras. Ada yang mengeluarkan perabotan. Ada pula keluar masuk rumah dengan tergesa.  

"Ada apa?" tanya seorang tetangga yang baru datang.  
"Iya, ada apa?" tanya yang lain.
Jawaban sepotong-sepotong berseliweran saling menimpa. Entah mereka dapat potongan cerita jawaban itu dari mana. Semua mengatakan, katanya! Mereka tak satupun menyebutkan kata siapa. Namun, cerita satu dan lainya ada kemiripan. Bahkan terdapat pertalian.

***

Ya, memang Sodrun, anak semata wayang pemilik rumah di pojok desa itu baru pulang tadi pagi dari kota. Dia yang sudah beberapa tahun merantau itu tak pernah pulang. Bahkan ketika emaknya sakit tahun kemarin, dia tidak mau pulang ketika dijemput oleh kerabatnya. Dia beralasan kalau sedang ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Namun, di situasi pandemi seperti ini, dia bisa pulang!

"Lo, kok bisa pulang?" tanya salah satu tetangga.
"Kenapa tidak?" jawab seorang kerabat yang telah bertemu dengan Sodrun.
"Lo, ini kan sedang diberlakukan PSBB! Bagaimana dia bisa lolos mudik?" tanya tetangga yang lain.
"Iya, gimana itu?" tetangga lainnya lagi bertanya, penasaran.
"Nah, itulah hebatnya Sodrun! Dia berhasil lolos mudik!" jawab kerabatnya itu, kemudian.

Kerabat itu bercerita dengan bangga. Si Sodrun itu berhasil mengelabuhi petugas. Tidak hanya di satu titik pengamanan. Lebih dari sepuluh titik pengamanan bisa dilewatinya dengan aman. Ada saja cara yang dilakukannya.


Sekali waktu, dia menggunakan alasan sehat. Tentu dengan menunjukkan surat-surat yang entah benar atau abal-abal. Nyatanya, motornya bisa melaju melanjutkan perjalanan. Di waktu berikutnya, dia menerobos titik pengamanan ketika para petugas sedang kelelahan. Bahkan, dia juga memanfaatkan waktu dini hari ketika kebanyakan orang sedang terlelap beristirahat. Demi bisa lolos mudik, apa pun dia lakukan.

"Maaf, Pak. Maaf, mohon kebijakan Bapak-Bapak. Saya benar-benar harus pulang karena orang tua saya meninggal dunia. Mohon maaf, Pak," Sodrun merengek kepada petugas di titik pengamanan terakhir sebelum memasuki wilayah kotanya. Waktu itu suasana di perbatasan kota sangat sepi. Sudah lewat tengah malam.

Sodrun terus merengek. Tentu saja itu rengekan berbohong. Dan rengekan bohong itu berhasil melemahkan pertahanan petugas hingga ia bisa melanjutkan perjalanan membelah malam.

Hanya beberapa jam saja, dia sudah memasuki kampung perbatasan desanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline