Memasuki periode kedua diakhir masa jabatannya, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerjanya di Mamuju, Sulawesi Barat, Senin 22 April 2024 besok. Berbagai program yang tertuang dalam Nawacita Jilid II, Presiden Jokowi dinilai belum memenuhi janjinya. Salah satunya Program redistribusi lahan dalam penyelesaian konflik agraria antara masyarakat dengan beberapa perusahaan perkebunan yang sejak puluhan tahun hingga kini belum ada titik terang dalam penyelesaian.
Jika Bapak Presiden melakukan pemantauan dari atas helipad ataupun lepas landas, cobalah bisa menengok sejenak dan melihat kearah utara propinsi Sulawesi barat tepatnya di Kabupaten Mamuju, sebagian besar masyarakat khususnya berdomisili di kabupaten pasangkayu, adalah pendukung setia Bapak Presiden selama dua periode kepemimpinan termasuk di Pilpres 2024 baru-baru ini.
Pak Jokowi, sejujurnya saya informasikan bahwa mereka itu merupakan pendukung setia Pak Jokowi yang boleh dikata masih terdampak konflik agraria dengan sengketa kepemilkan lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit selama puluhan tahun yang hingga saat ini belum ada upaya penyelesaian. Beberapa titik wilayah di kabupaten pasangkayu masih terjadi sejumlah deretan konflik dengan menuntut pengembalian wilayah kelola rakyat seperti yang pernah dituangkan dalam janji program nasional Presiden Jokowi.
Penilaian saya saat ini sebagai pegiat jurnalis dan aktif dalam organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-hak petani untuk mengembalikan hak atas tanah masyarakat yang dirampas oleh perusahaan dan pemilik modal menilai saat ini Bapak Jokowi sebagai Presiden terus dijebak dalam situasi pergunjingan politik yang berlarut-larut. Akibatnya kesempatan Jokowi untuk bekerja menjalankan agenda-agenda strategis termasuk agenda reformasi agrarian mengalami dihambatan.
Bapak Presiden Jokowi yang saya hormati, dalam catatan Petani Center Nasional sejumlah program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare dan tanah objek reforma agraria (TORA) seluas 4,9 juta hektar, serta mengutip laporan dari dua organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang advokasi sumber daya alam yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional dan Yayasan Auriga Nusantara, hingga saat ini capaian perhutanan sosial seluas 3 juta hektare, termasuk 2,9 juta hektare yang diterbitkan pada era Presiden Jokowi.
Namun, Presiden Jokowi hampir selama dua periode, janji Pak Jokowi sebagai Presiden baru tercapai 3 juta hektar. Padahal capaian perhutanan sosial dinilai belum maksimal denga berdasarkan catatan organisasi kami bahwa alokasi paling besar untuk hutan desa seluas 1,84 juta hektare, berikutnya disusul hutan kemasyarakatan dengan seluas 708.822,85 hektare.
Saya sangat yakin bahwa diakhir masa jabatan Presiden Jokowi dengan melakukan agenda kerja kunjungan ke Sulbar, dengan persoalan konflik agrarian di sejumlah titik di Kabupaten Pasangkayu dengan kebijakannya bisa memerintahkan pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat pengakuan dan mengembalikan hak-hak masyarakat melalui wilayah kelola rakyat sekaligus memperkuat perlindungan hukumnya.
Pak Jokowi, sekedar saya laporkan bahwa saya yang pernah menulis melalui media ini dan surat ke Bapak di Istana beberapa waktu lalu memohon agar Bapak Presiden mengembalikan lahan dan hutan milik masyarakat adat seluas 748 hektar yang menurutnya telah dirampas korporasi. Wilayah kelola rakyat yang berada di Desa Ako didalamnya terdapat masyarakat adat yang saat ini masih dimonopoli perusahaan perkebunan sawit PT Pasangkayu salah satu anak perusahaan dari Korporasi padat modal Astra Agro Lestari (AAL)
Kemudian lahan enclave seluas 200 hektar yang koordinatnya berada di Afdeling Golf PT Letawa dan yang terakhir 250 hektar lahan enclave PT Mamuang, sesuai dengan Surat keputusan Kepala Daerah tahun Mamuju Utara adalah Lahan tidak bermasalah dan merupakan wilayah kelola rakyat yang juga masih dalam penguasaan dua perusahaan sawit tersebut dan hingga saat ini belum juga ada penyelesaian secara tuntas sehingga konflik berkepanjangan terus terjadi.
Hal tersebut sangat kontras dengan penguasaan lahan oleh korporasi di yang ada di Sulawesi Barat, khususnya di bidang perkebunan kelapa sawit. Untuk konsesi logging sejumlah izin dengan luasan ribuan hektare, masih dikuasai oleh beberapa grup perusahaan ekstraktif padat modal. Pelepasan kawasan hutan untuk konsesi sawit dan pemberian Hak Guna Usaha (HGU dengan luasan ribuan hektar diberikan oleh grup korporasi sawit tanpa ada pemberian plasma kepada masyarakat setempat.