Lihat ke Halaman Asli

Imansyah Rukka

Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta

Petani di Sulsel Masih Menjadi Objek Penderitaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_142899" align="aligncenter" width="300" caption="Muh. Yusuf adalah seorang petani jagung di Desa Boto Daeng Kecamatan Ulu ere Kabupaten Bantaeng, mengaku tidak berdata atas kemarau panjang dan tidak adanya perhatian pemerintah disaat petani membutuhkan bantuan (imansyah r)"][/caption] [caption id="attachment_142900" align="aligncenter" width="300" caption="Lahan pertanian milik Muh.Yusuf yang siap ditanami jagung, namun karena hujan tidak turun terpkasa lahan ini terlantar sejenak, karena itu petani butuh kepastian nyata dengan masalah yang dihadapinya (imansyah r)"][/caption] [caption id="attachment_142901" align="aligncenter" width="300" caption="Ir. Muh. Aris AM, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Sulsel (Imansyah r)"][/caption] Sejumlah petani di Desa Bontodaeng Kecamatan Ulu Ere Kabupaten Bantaeng menghentikan aktifitas usaha taninya sesaat dikarenakan sulitnya mendapatkan air di awal musim tanam. Salah seorang petani jagung dari Desa tersebut yakni Muh. Yusuf (39) , mengaku ia terpaksa berhenti menanam jagung karena curah hujan yang turun di Desanya boleh dikata sangat minim. "Kita hentikan dulu aktifitas menanam karena hujan sama sekali tidak ada, jangankan untuk tanaman jagung, air untuk kebutuhan sehari-hari saja kami kesulitan", ungkap Muh.Yusuf. Ia melanjutkan, kami mau beralih jagung ke tanaman bawang hanya kami tidak punya modal, mananam bawang tidak terlalu membutuhakn air dibanding tanaman jagung, dan nilai jual bawang masih lebih menjanjikan dibandingkan jagung. Dengan begitu kami bisa menutupi kebutuhan kami sehari-hari". Tambah Yusuf. Muh. Yusuf ini bercerita panjang lebar soal kurangnya perhatian tenaga penyuluh lapangan (PPL) dalam tugasnya memfasilitasi para petani yang sangat pembinaan seperti halnya bantuan pada saat menghadapi permasalahan dalam usaha taninya. Minimal peran penyuluh sebagai pendamping di lapangan dalam mempermudah akses sumberdaya yang dibutuhkan petani. Ia mengambil contoh, seperti sekolah lapang pengendalian tanaman terpadu (SL-PTT), kelompok taninya mendapat bantuan benih jagung hibrida bisi 2 dari pemerintah sebanyak 5 kg untuk kebutuhan 1 hektarnya, dan begitu juga dengan pupuk KCL, dan kebutuhan usaha tani lainnya petani harus membeli sendiri. Namun, bantuan tersebut tidak diikuti dengan pembinaan yang memadai mulai dari bagaimana bercocok tanam jagung yang baik, pemeliharaan dan pemupukan sampai panen dan pasca panen. Karena tidak jarang jagung yang hasilkan setelah panen kualitasnya masih jauh dari standar yang dibutuhkan. "kan disini peran penyuluh harus bisa mengajari petani agar jagung yang kami hasilkan lebih bagus dan kualiatasnya bisa bersaing", ujar Muh Yusuf. Belum lagi Ketika Muh. Yusuf ditanya soal bantuan subsidi dalam bentuk bantuan langsung tunai dari pemerintah baik itu pupuk dan uang tunai? Muh. Yusuf menjawab jujur bahwa ia pernah mendapatkan bantuan tersebut. "saya pernah mendapatkan bantuan tersebut melalui rekening kelompok tani yang dicairkan di BRI", hanya saja saya heran kenapa bantuan tersebut baru bisa cair pada saat kami sangat membutuhkan dana tersebut, terpaksa saya pinjam dulu, nanti setelah cair dan panen baru dibayar". Ujar Yusuf Hal senada juga diungkapkan oleh Daeng Sampara (50), Ketua Kelompok Tani "Sapa Bintoeng" Di Desa Bonto Daeng Kec, Ulu Ere Kab. Bantaeng bahwa kebanyakan petugas penyuluh banyak yang tidak jujur dan masih mempermainkan bantuan yang diberikan kepada petani, padahal di dalam Rencana Definitif Kerja Kelompok (RDKK) yang tercantum kebutuhan petani dalam usaha taninya itu sudah jelas tapi masih juga ada potongan-potongan yang tidak jelas". Ungkap Daeng Sampara. Lain halnya dengan yang dialami oleh Maria (42) salah seorang petani padi dari Desa Biringkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten yang sama, ia terpaksa mencari pekerjaan lain karena baru saja ia mengalamai gagal panen padi akibat puso. Itupun lahan yang ia gunakan bercocok tanam padi adalah lahan milik majikannya dengan kesepakatan bagi hasil. Ia mengambil keputusan beralih ke usaha rumput laut karena untuk tetap bisa mempertahankan hidup sehari-hari. Ia mengakui bahwa peran pemda setempat dalam hal ini petugas penyuluh belum pernah datang ke lapangan untuk melihat kondisi usaha taninya. "Setelah gagal panen sama sekali petigas penyuluh belum pernah datang, saya tidak tahu kalau di Desa lain tapi kalau di lahan kami belum pernah ada". Jelas Maria. Terkait hal tersebut, Kepala Badan Penyuluh Pertanian Kabupaten Bantaeng yang masih sulit dimintai keterangannya sebagai nara sumber karena kebetulan yang paling berkompoten dalam permasalahan petani lapangan adalah instansi tersebut dan juga bisa memberikan keterangan terkait soal adanya keluhan petani di wilayahnya. Meski begitu, terkadang permalahan yang terjadi kerapkali tidak diketahui oleh atasan. Ada indikasi bahwa kejadian-kejadian seperti itu sudah terstruktur dan menjadikan petani selalu berada dalam kubangan penderitaan dan kebodohan. RUU P3 Harus Menyentuh Hak Dasar Petani RUU Perlindungan Petani dan Pemberdayaan Petani (RUU P3) yang saat ini tengah dibahas oleh DPR seharusnya benar-benar bisa menyentuh hak dasar petani yang paling urgen. Artinya bukan saja hanya soal produksi dan produktifitas dan panen yang dihasilkan para petani, namun lebih itu di dalam RUU tersebut di dalamnya harus termuat bagaimana akses kepemilikan lahan, akses modal tanpa agunan, akses pasar dan perdagangan yang adil. Karena fakta dilapangan membuktikan bvahwa kenaikan produksi dan produktifitas belum diikuti dengan tingkat kesejahteraan petani itu sendiri. Kepala Bidang Tanaman Pangan Prop. Sulsel Ir. Muh. Aris AM saat ditemui secara terpisah selasa (18/10) diruang kerjanya, mengungkapkan bahwa bagaimanapun petani tetap memerlukan pendampingan dilapangan, baik itu melalui penyuluh pertanian maupun yang dilakukan oleh penyuluh swadaya seperti LSM yang telah ditunjuk sebagai mitra kerja, dengan adanya pendampingan segala sumberdaya seperti akses budidaya, akses modal, pasar menjadikan posisi tawar petani bisa lebih kuat, ". Ungkap  Aris AM Ia menambahkan bahwa terkait RUU tentang perlindungan dan pemberdayaan petani yang tengah digodok di DPR saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional yang merupakan RUU Prioritas di tahun 2011, ini sebuah terobosan baru dan sangat urgen diperlukan guna memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani secara sistematis, terencana, terarah dan berkelanjutan". Jelasnya. Seharusnya realitas dilapangan harus melihat dan mendata lalu kemudian di masukkan kedalam RUU tersebut. masih banyak petani di desa yang tergolong miskin belum tersentuh oleh peran pemerintah daerah dalam hal ini petugas penyuluh. Namun ketika ditanya mereka belum didata sama sekali. Dengan demikian seharusnya di dalam RUU tersebut sasaran perlindungan dan pemberdayaan untuk semua kategori yang namanya petani seperti adalah petani kecil atau miskin, peternak, pekebun, petani kebun, yang rata-rata mereka tidak perlu memiliki ijin usaha. Sementara itu menurut aktifis LSM Petani Center Kabupaten Gowa, Kurnia Taufik yakni tak kalah pentingnya yang harus ada dalam materi RUU tersebut adalah kedaulatan petani secara penuh, bagaimana petani bisa memilih usaha tani yang cocok diwilayahnya dengan memberikan kebebasan memilih jenis komoditas sesuai dengan kearifan lokal tanpa adanya kebijakan penyeragaman komoditas. Kita ambil contoh penanaman padi organik yang dilakukan saat ini oleh LSM Petani Center adalah memberikan bukti bahwa dengan budidaya organika memberikan pemahaman kepada petani akan pentingnya usahatani yang ramah lingkungan dan kesehatan. Ketika petani rata-rata sangat bergantung kepada pupuk urea (kimia), maka kita mengubah pola pikir petani dengan ketergantungan itu untuk beralih ke pupuk organik, meski butuh waktu untuk proses pembelajaran ini namun secara langsung petani diajarkan kemandirian dalam berusaha tani", ujar Kunia Taufik. Itulah sejuta harapan dari RUU Perlindungan dan Pemberdayaan petani yang tengah di bahas DPR saat ini, jika saja Negara benar-benar bisa mengakomodir segala permasalahan yang di hadapi oleh petani yakni hak dasar petani yang selama ini tercampakkan dan dituang ke dalam RUU tersebut, bukan mustahil negeri yang terbilang agraris ini akan makmur dan sejahtera. Karena petani sejahtera , maka negara ini akan makmur".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline