Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Mengaku Salah Itu Penting

Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ruly Handoyo: Pohon

Rara baru saja bangun tidur siang. Ia menuju kursi di teras depan rumahnya. Matahari condong ke barat bercahaya cerah. Angin bertiup menggoyangkan daun-daun pohon jambu.

“Asyik, jambunya berbuah.” Katanya menggumam. Ia seperti baru mendapat hadiah melihat jambunya ternyata berbuah. Ia mengira pohon jambu di halaman rumahnya tidak berbuah lagi. Kata ayahnya, waktu berbunga hujan turun cukup deras sehingga bunga-bunga jambu itu tidak dapat melakukan pembuahan.

Rara memeriksa pohon jambu itu. Barang kali masih ada buah jambu yang lain. Ia memanjat sampai atas. Matanya menyelidik ke setiap ranting. Tetapi tidak ada buah jambu lain.

Matanya meredup. Agak kecewa karena buah jambu yang menggelantung hanya satu biji.

Sesaat kemudian ia bergembira lagi. Ia pindah ke dahan lain. Tangannya bisa menyentuh buah jambu itu. Cukup besar juga, tangannya tidak cukup untuk menggenggamnya.

Buah jambu ini sudah hampir masak. Warnanya sudah menguning. Rara mendekatkan hidungnya ke buah jambu itu. Menciumnya. Matanya terpejam. Kemudian melepaskan ciumannya dan menghembuskan nafasnya melalui mulutnya.

“Hhhaaa… Segaarrr…” katanya nyaris berbisik.

Tangannya akan memetik buah jambu sebatang kara itu. Tetapi ia mengurungkannya.

“Biar betul-betul masak dulu.” Katanya pada dirinya sendiri. “Besok sepulang sekolah kamu aku petik ya jambu.”

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline