Historiografi atau penulisan sejarah adalah proses perihal bagaimana sejarah ditulis dan dipahami. Proses ini menjadi penting karena informasi yang dituliskan sejarawan dalam Historiografi ini akan disampaikan kepada orang banyak, hari ini dan bahkan di masa depan. Karenanya, jika ada kebohongan, maka kebohongan itu akan disalurkan hingga ke anak cucu kita. Mereka tidak menyadarinya, itu akan berulang kembali dan kembali seperti itu.
Historiografi penting ditela'ah karena menjadi titik penting penyaluran tentang sejarah umat manusia. Khususnya dalam Islam, ini sangat penting karena historiografi Islam tidak hanya mencakup catatan sejarah, namun terikat juga pemahaman Islam di dalamnya.
Dalam islam sendiri, penulisan sejarah begitu diperhatikan layaknya ilmu lainnya. Karenanya dalam perkembangannya, dinamika Historiografi islam bisa dikatakan meningkat terus. Selalu mengalami perkembangan, tanpa meninggalkan ciri khasnya tersendiri. Secara umum, metode penulisan sejarah islam akan berkaitan erat dengan dua metode, metode riwayat dan metode dirayat.
Metode Riwayat
Riwayat berkaitan erat dengan teknis penyampaian. Dalam konteks ilmu hadits, motode riwayat biasanya berkaitan erat mengenai pengkajian yang menyoroti dengan kritis cara periwayatan, penukilan, pemeliharaan hingga pembukuan apa yang datang dari nabi. Baik itu berupa perkataan, perbuatan, taqrir ataupun hal lainnya. Tujuan metode riwayat ini meneliti kevaliditasan sebuah hadits, agar apa yang datang pada kita memang benar-benar sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW bukan yang palsu.
Dalam historiografi islam, metode riwayat ini lebih awal berkembang berbarengan dengan perkembangan ilmu hadits dan ilmu agama lainnya. Metode riwayat secara gamblang mengkaji sebuah peristiwa atau tokoh sejarah melalui sebuah riwayat hadits yang benar. Dalam pengkajiannya, aspek matan dan sanad menjadi perhatian sejarawan agar apa yang ditulisnya itu memiliki dasar yang shohih dan kuat. Istilah lain untuk metode riwayat disebut at-Tausiq wa Itsbatul Haqaiq.
Dalam pengkajian metode ini, para sejarawan menggunakan cabang ilmu hadist yang yaitu ilmu Jarh wa Ta'dil untuk mengecek kualifikasi rawi dari sanad hadits yang mereka pakai. Mereka akan mengecek kekuatan sebuah hadits yang akan mereka pakai, apakah shohih, hasan, dhoif maupun maudhu. Tujuannya agar apa yang mereka tulis adalah sejarah yang kuat dasarnya dan bisa dipertanggung jawabkan, yang dengan metode ini juga harapannya hakikat dari sejarah bisa ditemukan.
Para sejarawan islam era awal banyak menggunakan metode ini dalam menulis kitab sejarah mereka karena fokus keagamaan sedang berkembang-kembangnya saat itu. Ilmu hadits sebagai salah satu dasar ilmu yang penting menjadi landasan mereka membuat karya tulis sejarah. Namun, karena hadits biasanya berfokus subjeknya pada Rasulullah dan islam saja, karya sejarah yang lahir biasanya adalah berupa sirah Nabawiyyah, catatan sejarah mengenai perjalanan hidup Rasulullah SAW.
Beberapa contoh tokoh era awal yang menggunakan metode ini biasanya adalah ahli-ahli hadits yang hidup di abad 1-2 Hijriah. Sebut saja seperti Abban Ibn Utsman, Urwah Ibn Zubayr Ibn Awwam, Muhammad Syihab az-Zuhri, Musa Ibn Uqbah, Awwanah Ibn Hakam dan banyak lainnya.
Metode Dirayat