Masa bodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata efektif untuk menyatakan tidak senang hati, terserahlah, sesukamulah, tidak peduli apa-apa, tidak memperhatikan sama sekali, acuh tak acuh, tidak ikut memikirkan perkara orang lain.
Dari definisinya terdengar seperti sifat yang sangat buruk, kan? Namun, entah mengapa baru akhir-akhir ini saya merasa bahwa sepertinya sikap masa bodoh diperlukan dalam sehari-hari. Tentunya dalam waktu-waktu tertentu.
Mengapa di pikiran saya muncul hal seperti itu? Dulu saat di Sekolah Menengah Atas, saya termasuk orang yang tidak bisa mengabaikan apapun itu yang ada di kelas. Entah mengapa saya hanya merasa itu yang perlu dilakukan oleh teman. Pada masa itu saya merasa masih fineaja, belum ada pikiran untuk, "bodo amat, nggak mau ikut campur".
Namun, sesekali saya sering dibuat pusing karena masalah-masalah kecil. Misalkan ada yang bilang hal buruk tentang apapun yang berkaitan dengan kehidupanku. Seakan-akan kata-kata mereka itu menancap dipikiranku dan akhirnya saya memikirkan kata-kata tersebut sepanjang hari. Terpikir mengapa dia mengatakan itu, kesalahan apa yang aku perbuat, dan sebagainya.
Sebenarnya hal-hal seperti ini membuat kita tidak berkembang karena selalu memikirkan apa yang dikatakan orang lain. Jika dipikir terlalu berlebihan hanya akan membawa sakit hati.
Baru di bangku kuliah ini saya merasa masa bodoh atau lebih halusnya cuek itu diperlukan. Di lingkungan perkuliahan ada berbagai sifat teman. Dari yang pengertian sampai yang butuh perhatian. Dari yang perkataannya bisa diterima hingga yang kurang nyaman untuk diterima.
Masa bodoh yang saya maksud adalah sikap tidak peduli terhadap omongan orang lain agar kita tidak merasa terbebani dan tidak membuat stres. Kehidupan kampus menuntut kita untuk setidaknya berpikir diri sendiri dahulu, baru memikirkan orang lain. Begitu juga dengan omongan orang, jika kita terus menerus memikirkan sindiran dan omongan orang lain, maka kita tidak akan berkembang. Contohnya, ketika saya ingin melakukan sesuatu yang baru, tetapi saya takut mendapat omongan yang negatif, lalu pada akhirnya niatan yang sudah saya rancang tersebut gagal hanya karena angan-angan saya terhadap omongan orang lain.
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya. Kita dituntut untuk memikirkan kebaikan diri sendiri dahulu. Tidak selamanya kita bisa menyenangkan orang lain. Kita tidak bisa menjadi orang lain hanya karena diminta agar sesuai keinginan mereka. Saya mulai bisa belajar bahwa saya cukup melakukan permintaan orang sebatas yang saya mampu, jika memang tidak memungkinkan lebih baik ditolak. Namun cara menolaknya tentu dengan cara yang terhormat *hehe.
Selain itu, saya juga berusaha untuk tidak ikut campur masalah pribadi teman-teman. Saya berpikir, mungkin mereka ada yang tidak nyaman jika saya terlalu ikut campur dengan urusan mereka. Atau bisa dibilang, "jangan terlalu kepo!". Jika memang mereka ingin berbagi kebahagian dan kesedihan, pasti mereka akan dengan sendirinya menceritakan masalah tersebut. Nah, pada saat itu baru saya akan menunjukkan sikap perhatian dan ikut memberikan masukan jika diperlukan.
Dari beberapa pengalaman saya, saya berpendapat bahwa sikap masa bodoh pada waktu-waktu tertentu itu dibutuhkan. Menurut saya, sikap masa bodoh bukan melulu soal hal-hal yang menuju keburukan. Saya benar-benar mendapat pengalaman ini dari bangku kuliah. Mahasiswa sudah jelas banyak tugas, jika ditambah lagi dengan memikirkan hal-hal yang tidak penting, kapan kita akan memikirkan dan fokus dengan tujuan kita sebenarnya a.k.a tugas?
Sumber : life.idntimes.com