Lihat ke Halaman Asli

Plagiarisme: Penghalang Kekreatifan Pelajar

Diperbarui: 21 September 2017   05:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar diambil dari http://emokei28122892.tumblr.com/

Dewasa ini budaya plagiarisme semakin menjamur. Hampir segala bidang mengalaminya. Musik, sastra, bahkan pendidikan. Di bidang musik, kita tahu lagu dikatakan menjiplak jika 8 bar dari lagu tersebut sama dengan lagu yang sudah ada sebelumnya. Sudah ada beberapa lagu-lagu Indonesia yang diduga menjiplak karena mirip dengan lagu yang sudah ada sebelumnya. Di bidang sastra, baru-baru ini mencuat kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang penulis asal Indonesia. Bahkan di bidang pendidikan sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah.

Banyak pelajar Indonesia yang menyalahgunakan kecanggihan internet dengan memilih jalan instantuntuk memenuhi tugas-tugas mereka. Berbagai karya orang lain diakui mereka tanpa mencantumkan asal-usulnya. Lalu apa yang melatar belakangi maraknya plagiarisme di kalangan pelajar?

Saya sebagai seorang pelajar paham betapa menjadi trendnya budidaya copy-paste ini. Bagaimana tidak? Tugas sesulit apapun tinggal klik semua selesai. Inilah yang memacu timbulnya ketergantungan mereka. Bahkan tradisi ini sudah diaggap sesuatu yang lumrah dan biasa di kalangan para pelajar.

Selain itu, kebiasaan pelajar mengerjakan tugas yang mepet dengan deadline bisa memicu plagiarisme. Mereka yang sedang bingung-bingungnya dengan tugas dan dituntut untuk membuat tugas dengan sebaik-baiknya akhirnya memilih jalan copy-pasteatau lebih dikenal copas. Ditambah lagi, sangat mudahnya mendapat akses copas dari berbagai media. Bahkan mereka bisa memilih mana tugas yang cocok dan terbaik.

Tentu saja hal ini berdampak buruk bagi pelajar itu sendiri. Salah satu yang timbul adalah rasa malas. Jika sudah menjadi kebiasaan, pelajar akan malas untuk berpikir dan ogah mengembangkan ide sendiri. Yang ada di pikirannya, “ah, copas aja. Gampang”.

Pada akhirnya, memang mereka mendapat nilai yang tinggi. Mereka puas dengan hasil semu dari jiplakan mereka. Namun, kualitas mereka tidak sesuai dengan hasil akhir yang mereka dapat. Dan sebenarnya kemampuan mereka sama sekali tidak berkembang.

Mental penjiplak seperti ini tentu akan berdampak untuk masa depan Indonesia. Bagaimana jika para calon pemimpin bangsa ini bermental penjiplak? Tentu kita semua tidak ingin semua itu terjadi.

Saya tahu tidak ada karya yang benar-benar asli buatan sendiri. Namun yang menjadi pembeda adalah cukup jadikan referensi dan inspirasi sebuah karya yang terbaik menurut kita untuk membuat karya kita sendiri. Dengan begitu, selain kita mengapresiasi karya orang lain, kita dapat mengembangkan kemampuan kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline