Lihat ke Halaman Asli

Iman Haris M

Loper Koran

Tumbangnya Gagasan di Hadapan Makan

Diperbarui: 20 Februari 2024   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bansos (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI) 

Demokrasi pada dasarnya sebuah gagasan, imajinasi tentang sebuah tatanan di mana rakyat berdaulat.

Gagasan ini mengangankan bahwa si miskin dan si kaya bisa sama bersuara, dan suara mereka bernilai sama. Gagasan ini juga membayangkan bahwa si papa dan penguasa bisa sama bersuara, dan suara mereka sama bergema.

Lalu, bagaimana jika si lapar berhadapan dengan bansos? Siapa yang akan berkuasa?

Mari kita lupakan sejenak apa sebab di sebuah negeri yang kaya masih banyak kita temukan si lapar yang membutuhkan uluran tangan negara untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, tapi di saat si lapar bertemu bansos, maka bansos lah yang berdaulat, dan saat itu terjadi menjelang pemungutan suara, jangan harap pemungutan suara itu mewakili apapun bayangan kita tentang demokrasi.

Hasil sementara dan carut marut pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi gambaran kematian ide di hadapan materi, ide tentang demokrasi, republik, reformasi dan konstitusi pada akhirnya harus tunduk kepada bansos dan sekarung beras.

Jangan bicara tentang gagasan demokrasi di hadapan orang lapar, jangan bicara bengkaknya utang luar negeri dan APBN di hadapan perut lapar, apalagi segala macam pelanggaran HAM.

Lumbung suara dalam Pemilu 2024 masih di dominasi pemilih berpendidikan menengah ke bawah (datanesia, 08/11/2022), yang tentunya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan daya beli mereka (Kompas, 08/11/2023).

Saat ini, bangsa kita tengah membuktikan nubuat Francis Fukuyama tentang kematian ideologi, apapun namanya, dan membuktikan bahwa saat dihadapkan dengan ancaman kelaparan, manusia tak perlu gagasan, hanya perlu makan.

Jika Maslow berbicara tentang hirarki kebutuhan, maka mayoritas pemilih kita terjebak di lantai dasar hirarki itu, yaitu makan, maka lupakan basa-basi aspirasi, tak ada aspirasi, "kami hanya butuh makan," jerit perut kepada kepala, lupakan hati dan akal budi, lalu hak atas kehidupan yang layak pun ditukar dengan dukungan dan pilihan.

Pertanyaannya, setelah 78 tahun bangsa ini menyatakan kemerdekaannya, siapa yang telah berhasil menjeratnya di lapisan terdasar manusia itu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline