Lihat ke Halaman Asli

Iman Haris M

Loper Koran

Toxic Positivity Politics

Diperbarui: 31 Oktober 2023   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (KOMPAS/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Jika kaki kita terinjak dan kita hanya tersenyum sama orang yang menginjak kaki kita, tentu hanya akan memperpanjang rasa sakit dan sama sekali tidak mengubah keadaan. Tidak ada yang positif dari keadaan semacam ini.

Timbulnya rasa sakit, lalu bereaksi atas rasa sakit itu merupakan cara manusia bertahan hidup sepanjang sejarahnya. Rasa sakit adalah cara tubuh memberitahu kita ada sesuatu yang salah, bahkan mungkin mengancam kehidupan kita. Tubuh sedang memberitahu bahwa kita sedang tidak baik-baik saja, dan perlu melakukan sesuatu untuk mengatasinya.

Menerima rasa sakit itu dan mengakui bahwa kita tidak sedang baik-baik saja merupakan langkah pertama kita untuk mencari cara mengatasinya.

Dalam kehidupan, tentu bukan cuma resiko terinjak kaki yang mungkin terjadi. Bayangkan jika kita berada dalam sebuah kapal yang akan tenggelam, kita sudah melihat berbagai kebocoran atau gejala lainnya yang akan segera menenggalamkan kapal itu dan membahayakan seluruh penumpang.

Dalam situasi semacam ini, tetap berpura-pura positif dengan mengatakan semuanya baik-baik saja, memuji-muji kinerja nahkoda dan para awak kapal yang sudah bekerja keras jelas tidak akan menyelamatkan kita dan semua orang yang berada di kapal itu dari bencana.

Situasi darurat membutuhkan tindakan darurat, kita harus mengingatkan orang-orang, terutama mereka yang bertanggungjawab, akan bahaya yang tengah terjadi.

Seringkali kita juga mendengar, ketika publik melakukan kritik, menyalakan tanda bahaya, responnya adalah, "Ngomong aja ... Kerja!" atau "Kamu udah melakukan apa!?"

Lha kita kan penumpang, yang awak kapal dan seharusnya kerja bukannya situ?

Pejabat negara--yang memiliki otoritas atas anggaran, aparat, kebijakan dan berbagai perangkat kenegaraan lainnya--menuntut publik untuk melakukan pekerjaan yang mereka pinta sendiri setiap pemilu, yang bahkan mereka bikin anggaran gaji beserta tunjangan mereka sendiri untuk melakukan pekerjaan itu, apa nggak salah?

Kadang narasi agama juga digunakan untuk meredam kritik publik, "masyarakat perlu sabar, kita harus ikhlas." Ya, tentu saja, kita perlu sabar dan ikhlas dengan keadaan apapun yang kita hadapi, tapi apa berarti diam?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline